Jumat 11 Dec 2015 13:43 WIB

Pengamat: Pembentukan Pansus Freeport Sangat Penting

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin usai memberikan keterangan pada sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12).  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin usai memberikan keterangan pada sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Politik FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Haryadi menilai saat ini pembentukan Pansus Freeport sangat penting dalam upaya menguak semua persoalan terkait masalah kontrak PT Freeport Indonesia.

"Pansus Freeport bisa digulirkan tanpa harus menunggu keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) maupun penegak hukum yang saat ini sedang mengusut Ketua DPR Setya Novanto. SN (Setya Novanto) melanggar kepatutan saat berulang jumpa serta memfasilitasi pertemuan antara Dirut PT Freeport dan pemodal MRC," kata Haryadi, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (11/12).

(Baca: Fahri Hamzah Usulkan Hak Angket Freeport)

Dalam posisi apa pun, kata Haryadi, perorangan atau Ketua DPR RI, tak relevan untuk dibedakan. Karena kedua pengusaha itu pasti berkepentingan jumpa SN karena ia Ketua DPR RI. "Seandainya SN hanya seorang sopir Gojek atau dosen, pastilah kedua pengusaha itu enggan jumpa," ujarnya.

Jadi, dalam persepsi Haryadi, secara absolut SN telah melanggar prinsip kepatutan pejabat negara. Tapi, lanjut dia, dari proses kesaksian dan analisis konteks yang berlangsung di MKD, maka persoalannya memang tak semata menyangkut pelanggaran kepatutan oleh SN. Justru dibalik kasus SN itu terkesan ada persoalan yang jauh lebih besar dan substantif.

(Baca: Kejagung Tolak Serahkan Rekaman Freeport ke MKD, Ada Apa?)

Jika benar demikian, kata Haryadi, maka forum MKD tak punya kewenangan mengorek dugaan kerugian negara terkait PT. Freeport itu. Oleh karenanya, DPR RI perlu segera membentuk Pansus Freeport.

Jika dibentuk Pansus Freeport, jelas Haryadi, sekaligus hasil temuan dan laporannya nanti menjadi salah satu pertimbangan utama saat memertimbangkan perlu tidaknya memperpanjang kontrak/ijin operasi Freeport di tahun 2019, karena kontrak akan habis pada tahun 2021.

"Hanya dengann cara membentuk Pansus Freeport, segala sesuatu yang terkait dengannya akan terkuak. Sekaligus juga marwah lembaga DPR RI akan kembali pulih," kata Haryadi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement