Jumat 11 Dec 2015 07:50 WIB
Sidang MKD

Pengamat: Rekaman Bisa Jadi Alat Bukti

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana asal Universitas Indonesia, Achyar Salmi, mengungkapkan, rekaman dapat diajukan sebagai barang bukti dalam dugaan tindak pidana korupsi. Hal ini merujuk pada Pasal 26 A UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

''Ya, saya kira begitu (legalitas rekaman dapat dijadikan sebagai alat bukti),'' ujar Achyar kepada Republika.co.id, Kamis (10/12) lalu.

Perdebatan memang sempat terjadi terkait legalitas perekaman yang dilakukan Presdir PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, dalam pertemuan dengan Ketua DPR, Setya Novanto, dan pengusaha Riza Chalid.

Legalitas ini nantinya bakal berpengaruh terhadap penggunaan rekaman tersebut sebagai alat bukti oleh penegak hukum untuk menyelidiki adanya tindak pidana korupsi dalam kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden di rencana perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.

Achyar menyebut, legalitas rekaman itu sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, tepatnya pada Pasal 26 a. Dalam pasal tersebut disebutkan, alat bukti yang disimpan secara elektronik juga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi.

Achyar mengungkapkan, jika pihak Setnov tetap bersikeras untuk membantah suara yang ada dalam rekaman tersebut bukan suaranya maka pihak penyelidik Kejaksaan Agung harus memanggil ahli audio atau frekuensi untuk mengindentifikasi suara tersebut. Kejaksaan Agung, ujar Achyar, mesti bekerja secara profesional dalam mengusut dugaan tindakan korupsi yang dilakukan Setnov.

''Jika memang yakin dan ditemukan adanya indikasi tindak pidana, ya harus terus dilanjutkan ke tingkat penyidikan hingga akhirnya nanti ke tingkat penuntutan. Masalah legalitas itu pun juga nantinya bisa diuji lagi di persidangan,'' kata Achyar.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya, mengungkapkan, pihaknya masih menilai rekaman tersebut ilegal dan tidak bisa diajukan sebagai alat bukti. Sementara, Kejaksaan Agung dan Kepolisian telah menyebut rekaman percakapan itu dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk menyelidiki adanya tindak pidana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement