Rabu 09 Dec 2015 08:00 WIB

KPK: Ahok Tetap Terima Penghargaan Gratifikasi

 Sejumlah pengunjuk rasa dari Gerakan Lawan Ahok melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (7/12).  (Republika Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Sejumlah pengunjuk rasa dari Gerakan Lawan Ahok melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (7/12). (Republika Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK menyatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tetap mendapatkan penghargaan pengelolaan gratifikasi terbaik dalam peringatan Hari Antikorupsi Internasional.

"Ahok (Basuki) tetap diundang sebagai kapasitas gubernur yang rencananya akan menerima Penghargaan terkait Gratifikasi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Selasa (8/12).

Sebelumnya Basuki menyatakan bahwa ia menerima surat elektronik berisi pembatalan undangan untuk hadir pada acara yang berlangsung pada 10 Desember 2015 di Bandung tersebut. "Sebagai narasumber atau pembicara yang tidak jadi karena beliau sudah akan mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bagi penerimaan penghargaan tersebut, jadi ada miskominikasi. Beliau tetap diharapkan kehadirannya," tambah Indriyanto.

Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati juga menyatakan bahwa KPK memang mengirimkan dua undangan kepada Ahok. Basuki sebelumnya mengatakan tidak tahu mengapa ada kiriman email yang menyatakan pembatalan undangan tersebut.

"Saya tidak tahu. Tiba-tiba mereka email ke saya, bilang acara yang untuk memperingati hari antikorupsi dunia dibatalin, oleh permintaan Pimpinan KPK. Pimpinan KPK yang mana, gue (saya) juga tidak tahu siapa, tidak jelas," kata Basuki.

Basuki menilai surat tersebut tidak resmi karena hanya berupa surat elektronik, namun Basuki menyatakan itu merupakan surat pembatalan. Ia pun menduga pembatalan itu karena adanya penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras di KPK, tapi Basuki tidak memastikan dugaannya itu.

KPK saat ini sedang menyelidiki pembelian lahan dekat RS Sumber Waras seluas 3,64 hektar. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.

Dalam audit investigasi BPK yang sudah diserahkan ke KPK, BPK menyebutkan ada enam penyimpangan yang terjadi dalam satu siklus pembelian lahan itu yaitu perencanaan, penganggaran, kemudian pembentukan tim, pengadaan lahan RS Sumber Waras, pembentukan harga dan penyerahan hasil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement