Selasa 08 Dec 2015 17:03 WIB

Setya Novanto tidak Ingin Terjebak Politik Adu Domba

Rep: C93/ Red: Bayu Hermawan
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto, Firman Wijaya mengatakan kliennya menghormati berbagai langkah yang diambil Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam menyelesaikan kasus rekaman pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden demi mendapatkan saham PT Freeport.

Meski begitu, Setya Novanto menurutnya tidak ingin terjebak dalam kegaduhan yang ada selama ini. Firman menilai, kegaduhan tersebut hanyalah desain politik adu domba yang dirancang pihak tertentu demi mendapatkan keuntungan.

"Beliau sebenarnya tidak mau terlibat arena pertarungan politik adu domba yang ada sekarang ini," katanya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Selasa (8/12).

(Baca: Sudirman Said Sindir Sidang MKD untuk Setya Novanto)

Terkait akan dilakukannya audit forensik guna mengetahui orisinalitas rekaman pertemuan yang dilakukan antara Ketua DPR Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dan pengusaha Riza Chalid oleh MKD bekerja sama dengan Polri, Firman meminta dihadirkan ahli terkait penyadapan, untuk mencari tahu keabsahan rekaman tersebut.

"Tentunya kalau perlu dihadirkan ahli atau expert yang terkait dengan otoritas penyadapan, itu juga penting," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua MKD DPR RI, Surahman Hidayat mengatakan akan meminta Polri untuk melakukan uji forensik guna memastikan keaslian rekaman itu.

Hasil uji forensik itu akan digunakan untuk mencocokkan keterangan yang telah diperoleh MKD baik itu dari saksi maupun orang yang diadukan. Surahman berharap, keputusan akhir bisa diambil sebelum DPR memasuki masa reses 18 Desember 2015.

(Baca juga: Setya Novanto: Pengaduan Menteri ESDM tak Punya Legal Standing)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement