Senin 07 Dec 2015 15:15 WIB

Indonesia Dianggap Lampu Kuning dalam Globalisasi

Rep: C27/ Red: Winda Destiana Putri
LIPI
LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkembangnya teknologi menjadikan tiap kawasan memiliki konektivitas yang kuat. Situasi tersebut merupakan fenomena yang sering dikenal dengan globalisasi.

Globalisasi yang ada menghasilkan komunikasi antar tiap tempat juga semakin erat. Melihat fenomena tersebut,  menghasilkan kelompok masyarakat dalam suatu desa global atau global village.

Dalam era globalisasi maka tidak hanya menimbulkan hal yang postif saja bagi keberlangsungan sebuah daerah. Ada kemungkinan-kemungkinan yang bersifat negatif harus ditemui oleh sebuah daerah yang masuk dalam desa global. Hal yang paling nyata adalah ketidaksiapan daerah tersebut dengan arus globalisasi.

Untuk mengetahui tingkat kesiapan daerah di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan survei kepada tiga provinsi yang mereprentasikan wilayah Indonesia bagian Barat, Tengah, dan Timur. Dengan melibatkan sebanyak 4.561 responder dari tiga provinsi, yaitu Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, dan DI Yogyakarta, LIPI melakukan pengukuran Indeks Kesiapan Masyarakat (IKM).

"Karena indeks ini menajadi dasar melihat isu penting untuk masukan pemerintah dalam mana kita memanfaatkan peluang terbuka dari globalisasi untuk menghadapi tantangan," kata Deputi IPSK LIPI Aswatini pada sambutan Seminar "Indeks Kesiapan Masyarakat dalam Mereapons Global Village: Hasil Pengukuran di Tiga Provinsi" di Graha LIPI, Jakarta, Senin (7/12).

Selaku peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakat dan Kebudayaan (P2KK) dan koordinator penelitian global village Ahmad Najib Burhani menyatakan, bahwa penilaian kesiapan daerah dalam sebuah negara untuk menghadapi globalisasi berbeda-beda.

Contohnya seperti Malaysia yang menerapkan empat kategori dan terdiri dari penyedian pelayanan yang beragam, informasi dan teknologi, ada regulasi pemerintah untuk melindungi masyarakat, dan kebutuhan sistem regulasi lokal yang profesional.

Sedangkan dalam IKM yang menjadi faktor utama peneilitian LIPI terdiri dari sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. Ketiga hal tersebut mengashilkan temuan bahwa rata-rata kesiapan tiga provinsi yang menjadi pilot project terhadap globalisasi berada dalam lampu kuning.

"Letaknya 51-52 tidak terlalu berbeda. Kita tidak bisa katakan itu sudah siap, tapi masih tipis, kalau ada gangguan bisa turun jadi tidak siap," kata penelitian P2KK Endang Soesilowati.

Endang menjelaskan, pengukuran IKM menggunakan skala 1 hingga 100, di mana angka 1 menunjukan paling rendah kesiapan dalam menghadapi globalisasi, dan angka 100 merupakan kondisi di maan daerah telah sangat siapa dengan globalisasi. Sementara ini, Yogyakarta menjadi provinsi dengan poin tertinggi dengan jumlah 55.38, Sulawesi Selatan berjumlah 52,37, dan paling rendah Sumatra Barat dengan poin 49,98.

Dari hasil indeks tersebut, Endang menegaskan, faktor paling rendah yang dialami ketiga provinsi tersebut terdapat pada sosial ekonomi. Sedangkan untuk faktor tertinggi yang tercermin justru pada bidang sosial politik.

Selanjutnya, LIPI menergetkan dapat melakukan pengukuran pada daerah lainnya jika memang pilot project pada ketiga daerah memiliki efek yang poritif. Melalui IKM diharapkann kedepannya dapat menjadi sebuah langkah tidak lanjut pemerintah pusat atau daerah untuk membuat keputusan berdasarkan kebutuhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement