REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI telah menggelar dua kali persidangan terkait lanjutan dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto (SN). Pada sidang pertama, MKD menghadirkan Menteri ESDM, Sudirman Said, sebagai pihak pelapor. Kemudian di sidang kedua, MKD memanggil Presdir PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di dua sidang tersebut, Ketua Setara Institute, Hendardi menilai sudah ada persekongkolan jahat yang mengarah pada gratifikasi. Persekongkolan jahat ini melibatkan Setya Novanto. Bahkan, Novanto dianggap menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua DPR.
Karena itu, dia meminta MKD bisa memagari dirinya dari bebagai intervensi yang dilakukan berbagai pihak, termasuk dari Partai Golkar sebagai partai asal Novanto. ''MKD harus memagari diri dari berbagai intervensi, sehingga membuka seluruh kebenaran yang sesungguhnya terjadi,'' kata Hendardi, Jumat (4/12).
Menurut dia, jika ada pimpinan DPR yang berusaha menghalangi kerja MKD. Para pimpinan tersebut harus diingatkan. ''Jika mereka melangkah ke jalan yang salah dengan melindungi Novanto, maka publik akan mencatat dan mengingatkan sebagai politisi dan partai yang tidak mendukung DPR bersih,'' kata Hendardi.
Sementara, terkait upaya yang dilakukan Kejaksaan Agung untuk menangani kasus Setya Novanto, Hendardi menyatakan Jaksa Agung, M Prasetyo harus bebas kepentingan. Jangan seolah-olah hanya menumpang populer. ''Selain itu, seolah-olah bekerja dengan mengambil peran pada pengusutan kasus Novanto. Sementara realitasnya banyak kasus lain yang sebenarnya belum terselesaikan,'' katanya.