REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Golkar, Ridwan Bae, menyatakan pihaknya tidak pernah berupaya mengulur-ulur waktu sidang dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto (SN). Menurutnya, hanya masih ada perbedaan pemahaman di antara anggota MKD sendiri terkait hasil rapat pada 24 November silam.
Pada rapat pleno 24 November silam, MKD disebut-sebut telah menyusun jadwal dan saksi-saksi yang bakal diperiksa dalam lanjutan kasus dugaan pelanggaran etika SN. Namun, hal ini masih dipertanyakan oleh Ridwan Bae.
Politikus Partai Golkar itu memberi contoh, dalam penyusunan jadwal dan saksi yang diperiksa, tidak melibatkan semua unsur pimpinan MKD. Selain itu, verifikasi administrasi dan materi dianggap belum tuntas sepenuhnya. Hal ini pun dipertanyakan oleh sejumlah fraksi lainnya.
"Jadi menjadi lemah pengertian yang menyebutkan Golkar yang menghalang-halangi. Kami hanya bertujuan supaya putusan MKD nanti dikeluarkan berdasarkan aturan yang benar," ujar Ridwan Bae di Kompleks Parlemen, Selasa (1/12).
Ridwan, yang menggantikan Dadang S Moechtar di MKD tersebut menambahkan, pada dasarnya pihaknya berharap ada upaya verifikasi ulang, baik secara administrasi ataupun secara materi. "Apa salahnya jika kita kembali, kita verifikasi ulang gitu? Apa salahnya, kan itu akan jauh lebih bagus," tuturnya.
Tidak hanya itu, menurut Ridwan, pihaknya tidak akan berupaya untuk membela Setya Novanto yang memang merupakan kader Partai Golkar. Namun, yang dilihat Ridwan, adalah tataran mekanisme administrasi dan materi yang ada.