REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat pleno Majelis Kehormatan Dewan (MKD), Senin (30/11) tidak menghasilkan keputusan mengenai jadwal sidang dan pemeriksaan terhadap pihak terkait dengan kasus yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto. Kendati demikian, Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto menilai MKD tidak sedang memperlambat penanganan kasus "Papa Minta Saham" tersebut.
Diketahui, kemarin rapat pleno MKD bahkan kembali mengungkit soal validitas rekaman suara sebagai bukti permulaan yang diserahkan Menteri ESDM itu. Menurutnya, MKD wajar saja menyoalkan perihal verifikasi rekaman suara tersebut, meskipun kini sudah lewat 14 hari sejak Menteri ESDM pertama kali melakukan pengaduan ke MKD.
"Oh tidak, enggak ada yang ditunda. Enggak ada yang jalan di tempat. Semua berjalan. Karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kan harus diverifikasi dulu, diverifikasi apakah datanya (rekaman suara) itu valid," ujar politikus Fraksi Demokrat itu di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/12).
Menurutnya, wajar saja rapat pleno MKD kemarin berlangsung alot. Bila dalam rapat-rapat ke depannya masih menemui dinamika serupa, menurut Agus, MKD mungkin saja menggunakan mekanisme voting dalam mengambil keputusan mengenai pencatutan nama Jokowi-JK dalam lobi pejabat dengan PT Freeport Indonesia tersebut.
"Keputusan MKD adalah kolektif kolegial. Kolektif kolegial ada dua macam. Yang pertama, musyawarah mufakat. Kalau tidak tercapai mufakat, maka dilaksanakan voting," tegasnya.
Dia juga memberi sinyal bila sampai mencuat wacana pembentukan Pansus Freeport dari dinamika di MKD. Membentuk Pansus adalah hak yang bisa saja diajukan di tengah kegaduhan kasus yang menyeret sesama pimpinan DPR RI itu.
"Setiap anggota dewan mempunyai kewenangan menentukan haknya (hak angket) tersebut," katanya.