REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sarifuddin Sudding tak bisa menyembunyikan raut wajah kecewa saat keluar dari ruang sidang pleno MKD, Senin (30/11) petang.
Politikus dari Fraksi Hanura itu menilai, keputusan rapat pleno tersebut seperti mementahkan proses tindak lanjut kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR RI Setya Novanto ini. Sebab, rapat memutuskan agar bukti rekaman suara yang diserahkan Menteri ESDM diversifikasi terlebih dahulu, baru kemudian MKD bisa memutuskan, akankah menjadikan pengaduan tersebut sebagai perkara.
(Baca: Anggota Baru MKD dari Fraksi Golkar Masih Persoalkan Status Sudirman Said)
Padahal, menurutnya, dokumen yang diserahkan Menteri ESDM mesti dianggap sebagai bukti permulaan, sehingga verifikasi menjadi tak diperlukan. "Ini bukti permulaan yang pada saatnya nanti itu kita akan mintai konfirmasi kepada yang bersangkutan untuk melengkapi bukti bukti manakala itu belum dianggap lengkap," ucap Sarifuddin Sudding saat ditemui awak media usai rapat pleno itu, Senin (30/11).
(Baca: Golkar Resmi Ganti Pimpinannya di MKD)
Dia melanjutkan, hampir semua perkara yang diperiksa MKD menggunakan bukti permulaan, tanpa mesti mengadakan verifikasi sebelumnya. Menurut Sarifuddin, MKD semestinya segera menjadwalkan pemeriksaan terhadap pengadu dan teradu maupun saksi-saksi, meskipun dengan bukti permulaan yang ada sekarang.
Menurut dia, apa yang diserahkan Menteri ESDM hingga kini dapat menjadi bukti permulaan yang cukup untuk melanjutkan segera penjadwalan pemanggilan. "Itu (verifikasi dilakukan) dalam proses pemeriksaan, bukan sekarang. Itu dalam proses pemeriksaan, dalam proses pembuktian. Jadi bukan di awal lalu diversifikasi, oh ini benar apa yang disampaikan," kata dia.