Senin 30 Nov 2015 11:07 WIB

Ini Tuntutan Aksi Mogok Angkot Bogor Selatan

Rep: C34/ Red: Bayu Hermawan
Angkot di Kota Bogor (ilustrasi)
Foto: Antara
Angkot di Kota Bogor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Puluhan sopir angkutan perkotaan (angkot) dari Paguyuban Angkutan Umum Bogor Selatan melakukan aksi mogok massal dan sweeping di Simpang Ciawi, Kota Bogor, Senin (30/11).

"Ada sejumlah tuntutan yang kami perjuangkan, utamanya tentang peraturan angkot harus berbadan hukum yang menyebabkan kerugian kepada pemilik dan sopir angkot," kata Imam Wijaya (25 tahun), koordinator aksi, kepada Republika.co.id.

Tuntutan itu, sebut Imam, antara lain pencabutan aturan angkot harus berbadan hukum dan pencabutan aturan bea balik nama (BBN) STNK dan BPKB atas nama Badan Hukum.

Para sopir angkot juga menuntut pemerintah daerah dan provinsi turut menolak keras serta mengirim nota protes terkait peraturan tersebut kepada pemerintah Indonesia.

Mereka menyerukan kepada seluruh elemen sopir dan pemilik angkot se-Jawa Barat untuk berpartisipasi dalam aksi mogok.

Sopir yang melakukan aksi mogok, juga melakukan sweeping terhadap tiga trayek angkot yang masih membawa penumpang, sejak pagi.

Imam berkata, aksi mengkritisi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan umum, PP Nomor 74 tahun 2014, dan Permendagri Nomor 101 Tahun 2014. Dalam aturan-aturan itu, terdapat sejumlah poin yang merugikan sopir dan pemilik angkot.

"Angkutan milik pribadi tidak diperbolehkan lagi dan harus bergabung ke koperasi, PT, atau CV, jika tak mau izin trayeknya dicabut. Menurut kami, ini melanggar hak," katanya.

Pemilik angkot pribadi merasa keberatan jika STNK dan BPKB harus dibaliknamakan atas nama badan hukum. Kata Imam, tingkat kepercayaan terhadap sejumlah badan hukum itu relatif kurang.

Ia menyampaikan, ada pemilik angkot yang sudah berbadan hukum tetapi mengalami penindasan oleh koperasi. Balik nama yang harusnya gratis diminta membayar Rp 1,5 juta, begitu juga subsidi pajak yang besarannya tak transparan.

"Kami kurang percaya, ditakutkan terjadi seperti kasus Cipaganti, apakah pemerintah bisa menjamin para pemilik angkot tidak dirugikan jika koperasi bangkrut?" katanya mempertanyakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement