Ahad 29 Nov 2015 06:37 WIB

Buruh di Jakarta Mogok Sebabkan Pengusaha Rugi 500 M

Rep: Eric Iskandarsyah Z/ Red: Bilal Ramadhan
Aksi unjuk rasa buruh di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/11).  (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aksi unjuk rasa buruh di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan dunia usaha sangat menyayangkan aksi mogok yang dilakukan oleh kalangan buruh, hal ini semakin menunjukkan bahwa produktivitas pekerja kita semakin tidak kompetitif.

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, pabrik itu adalah ladang buruh tempat mencari penghidupan. "Jika buruhnya diajak mogok, produksi dan pendapatan perusahan menurun, buruh mau digaji dari mana?," ucapnya melalui keterangan pers kepada Republika.co.id, Jumat (27/11).

Ia berhrap, paradigma berpikir para pengurus Serikat pekerja sudah harus berubah, karena untuk menyikapi sebuah kebijakan yang dianggap tidak menguntungkan buruh tidak dengan mogok atau demo tapi ke depankan dialog atau jalur hukum.

Ia menilai, itu akan lebih elegan dan tidak merugikan pelaku usaha. Aksi mogok yang dilakukan buruh di kawasan JIEP Pulagadung, KBN Cakung dan Marunda, dikawasan Indo Taise, JIEP di daerah Karawang serta kawasan lainnya membuat pengusaha menanggung kerugian yang sangat besar.

Diperkirakan setiap pabrik bisa mengalami kerugian sekitar 3-5 miliyar rupiah setiap hari. "Walaupun kita belum mendapatkan angka yang pasti tapi kerugian dunia usaha kita perkirakan mencapai 500 miliyar akibar aksi mogok ini," ujar dia.

Ia sangat khawatir kalau serikat pekerja kita masih dengan cara demo untuk memperjuangkan aspirasinya akan kalah bersaing dengan pekerja dari Negara tetangga dan pekerja kita akan menjadi penonton di negeri sendiri. Pekerja dari Filiphina, Thailand, Kamboja, Myanmar dan negara lain akan masuk ke Indonesia dengan kompetensi yang sudah lebih baik.

"Ini yang seharusnya kita antisipasi supaya kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri," katanya.

Ia mendorong agar kita berpikir jernih dengan melihat kepentingan bersama antara pengusaha dan pekerja, PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan menurut hematnya sudah sangat adil untuk kepentingan bersama. Karena disana ada kepastian bagi dunia usaha dan kepastian kenaikan UMP setiap tahun bagi pekerja.

Apalagi UMP ini adalah jaring pengaman sosial sebagai standar orang yang baru pertama kali kerja, nol pengalaman dan masih bujangan. "Seharusnya yang demo itu yang masih pengangguran alias belum bekerja karena UMP ini berlaku untuk mereka bukan yang sudah bekerja," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement