Sabtu 28 Nov 2015 13:39 WIB

'Penerbangan di Indonesia, Nafsu Besar Tenaga Kurang'

Rep: c93/ Red: Dwi Murdaningsih
 Direktur Umum PT Lion Air Edward Sirait (tengah), Head of Corporate Secretary Lion Group Kapten Dwiyanto Ambarhidayat (kiri), dan Corporate Lawyer Haris Arthur memberikan keterangan kepada wartawan mengenai masalah delay di kantor
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Direktur Umum PT Lion Air Edward Sirait (tengah), Head of Corporate Secretary Lion Group Kapten Dwiyanto Ambarhidayat (kiri), dan Corporate Lawyer Haris Arthur memberikan keterangan kepada wartawan mengenai masalah delay di kantor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbangan di Indonesia kerap mengalami penundaan. Pengamat Penerbangan John Brata mengatakan terjadi keterlambatan dalam penerbangan (delay) adalah sesuatu hal yang biasa. Itupun selama delay tersebut disebabkan karena faktor cuaca atau gangguan alam lainnya.

 

"Delay itu sebenarnya no problem karena itu hal yang biasa. Apabila delay itu karena ada masalah cuaca yang tidak bisa dilawan,” kata John di Cikini, Jakarta, Sabtu (28/11).

 

Tetapi, penyebab delay di Indonesia keseringan disebabkan karena perusahaan penerbangan itu sendiri. Apalagi perusahaan penerbangan di Indonesia memiliki nafsu yang besar tetapi tenaganya kurang.

 

"Perusahaan penerbangan di Indonesia itu nafsunya besar tenaganya kurang. Punya pesawat Cuma 10. Seharusnya, jadwal tidak boleh dari 50 penerbangan, tapi malah dibikin 100," ucap John.

 

Faktor lain yang sering membuat pesawat delay adalah penumpang yang tidak tahu aturan. Kedatangan ke bandara contohnya, dua jam sebelum penerbangan mestinya penumpang sudah melapor untuk mempersiapkan pesawat tinggal landas, supaya pesawat tidak berat ke belakang atau ke depan.

 

"Banyak penumpang yang seperempat jam sebelum penerbangan baru report. Padahal untuk mempersiapkan pesawat itu tinggal landas, itu banyak sekali yang harus dilaksanakan. Harus dihitung kargonya, harus dihitung penempatannya supaya titik berat seimbang," ungkap John.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement