REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) mengecam tindakan kepolisian yang menangkap serta membubarkan paksa aksi unjuk rasa buruh di Kabupaten Bekasi.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GSBI, Rudi HB Daman menilai pemerintahan Jokowi-JK kembali menunjukkan karakter fasisnya dengan terus melakukan teror dan tindasan kekerasan terhadap aksi-aksi buruh.
Ia mengatakan, Rabu (25/11) kemarin, kembali pihak kepolisian membubarkan paksa dengan cara brutal kaum buruh di Kabupaten Bekasi dan menangkap lima orang buruh tanpa alasan jelas.
Rudi menjelaskan, kejadian bermula ketika buruh dari berbagai federasi berkumpul pukul 07.00-08.00 pagi di kawasan industri EJIP, Kabupeten Bekasi dan menggelar aksi mogok nasional.
Rombongan buruh mulai melakukan iring-iringan menuju titik kumpul di perempatan PT Kalbe. Namun, kelompok ormas menghadang buruh di tengah jalan.
Pada 09.41, massa bergerak kembali setelah terjadi kesepakatan dengan kepolisian. Kesepakatan itu menyebutkan buruh bisa melanjutkan perjalanan asal tidak sampai PT Kalbe.
"Sayangnya, kepolisian ingkar terhadap kesepakatan itu," katanya.
Kepolisian mulai melakukan tindak kekerasan pada 10.35. Tidak hanya itu, kepolisian melakukan provokasi terhadap gerakan buruh. Kepolisian melalui pengeras suara mengumumkan aksi protes buruh tersebut ilegal.
Selain itu, kepolisian melakukan kekerasan untuk memaksa buruh masuk ke pabrik masing-masing. Tidak hanya itu, kepolisian bahkan menuding para buruh hanya dihasut atau diperalat oleh para pengurus serikat pekerja.
Kepolisian segera melancarkan aksi penangkapan dengan cara brutal setelah mobil komando datang. Salah satu anggota yang ditangkap tokoh serikat pekerja setempat, Nurdin Muhidin yang juga merupakan anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang saat itu hadir di tengah-tengah aksi kaum buruh dan memberikan dukungan langsung kepada kaum buruh yang sedang melakukan aksi.