REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan ribu buruh melakukan aksi mogok nasional di titik-titik kawasan industri, Selasa (24/11). Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai seharusnya buruh sudah memahami aturan pemerintah dalam sistem pengupahan buruh.
"Saya kira tidak banyak tuh. Tidak ada hal yang urgen. Mestinya buruh paham kalau pemerintah sudah atur gimana naiknya itu. Jadi tiap tahun tidak butuh perbedaan pandang," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (24/11).
Meskipun masih banyak buruh tak menyetujui formula pengupahan, namun JK menilai masih banyak buruh yang tetap menjalankan pekerjaannya. "Lihat sendiri kan, tetap orang kerja kan. Kita hargai kalau buruh lihat sebagai hal baik," tambah JK.
Baca: Meski Merasa Dizalimi, Setnov: Saya Maafkan Sudirman Said
Dalam aksi mogok nasional tersebut kaum buruh mengajukan tiga tuntutan, yaitu pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015, karena dinilai melanggar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 tentang kehidupan layak. PP tersebut ditolak karena penetapan upah tidak berdasarkan komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang direkomendasi dewan pengupahan.
Tuntutan berikutnya adalah membatalkan penerapan formula kenaikan upah inflasi + pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dinilai tidak sesuai KHL. Selain itu, mereka juga meminta gubernur menaikan upah pekerja 2016 di kabupaten kota sebesar Rp 500 sampai 600 ribu atau sekitar 25 persen dari upah saat ini.
Baca: 'Sidang MKD Kecewakan Publik'