Jumat 20 Nov 2015 20:52 WIB

ForBALI Tolak Klaim Ketua PHDI Terkait Revitalisasi Teluk Benoa

Teluk Benoa
Foto: Iwan Septiawan
Teluk Benoa

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terkait dengan pernyataan Ketua Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat I Ketut Wiana, yang dimuat dalam pemberitaan www.republika.co.id yang berjudul Peserta Kongres PHDI Sepakat Teluk Benoa Direvitalisasi, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) membantah pernyataan tersebut.

Dalam surat yang diterima republika.co.id, ForBALI menyebut bahwa keterangan I Ketut Wiana kesepakatan tersebut hanyalah pernyataan informal dari peserta, bukan sebagai suatu keputusan PHDI. Apalagi, di PHDI Pusat, jabatan Ketut Wiana sebagai ketua bidang Keagamaan dan Iman, sehingga masih ada pimpinan di atasnya yaitu Ketua Umum PHDI Pusat Sang Nyoman Suwisma dan pengurus harian PHDI Pusat lainnya. Dengan menggunakan judul tersebut, penggunaan judul tersebut justru merusak nama baik PHDI, mengingat tidak pernah ada kata sepakat di internal PHDI.

Menurut ForBALI, sebagian besar masyarakat Kabupaten Badung, lokasi dimana sebagian besar reklamasi Teluk Benoa akan dilakukan, berdasarkan hasil survey menunjukkan bahwa 64 persen masyarakat Kabupaten Badung tidak setuju dengan reklamasi Teluk Benoa dan hanya 9 persen masyarakat Kabupaten Badung yang menyetujui reklamasi, sementara 27 persennya tidak menjawab. Dalam survey tersebut, responden usia produktif yang notabene membutuhkan lapangan pekerjaan justru menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.

Tidak hanya itu, Desa Adat Pemogan dan Desa Adat Kepaon sebagai desa yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa juga menyatakan penolakannya terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa.

ForBALI juga menyebut dalam paragraf ke empat tertulis “Ketut Wiana juga menjelaskan, di kawasan Teluk Benoa ada pura yang terletak di Pulau Pudut”. Mesti diketahui bersama, di Pulau Pudut tidak terdapat pura. Di Pulau Pudut hanya ada mangrove dan bekas bangunan yang tidak terpakai. Ini menunjukkan Wiana tidak mengetahui kondisi nyata dari Pulau Pudut.

Apabila pura yang di maksud adalah Pura Karang Tengah, maka pura tersebut tidak terletak di Pulau Pudut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat sekitar, Pura Karang Tengah berada di bawah laut dan tidak dapat terlihat oleh mata orang biasa. Letak pura tersebut berada di bawah laut Teluk Benoa yang terancam direklamasi atau diurug seluas 700 hektare oleh investor PT TWBI, bukan di Pulau Pudut.

Selanjutnya, dalam kutipan langsung Wiana dalam pemberitaan tersebut tertulis “Teluk Benoa memang kawasan suci. Bukan hanya di situ, seluruh tempat di Bali itu tempat suci. Tapi bukan berarti pembangunan tidak boleh masuk. Pembangunan tetap boleh asal tidak melanggar darma. Apalagi, revitalisasi ini demi memperbaiki dan menjaga lingkungan," katanya.”

Dalam surat ForBALI yang ditulis I Wayan ‘Gendo’ Suardana, disebutkan Wiana tidak memahami persolan terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar. Bahwa investor yang selama ini menyatakan dan mengakampanyekan secara terus menerus Teluk Benoa mengalami pendangkalan tetapi mereka justru hendak mereklamasi dan mengurug dengan mendatangkan material baru dari luar Teluk Benoa sekitar 40 juta meter kubik. Reklamasi Teluk Benoa justru akan menyebabkan kerusakan dan menyebabkan terjadinya pendangkalan permanen di Teluk Benoa.

Di paragraf terakhir, lanjut ForBALI, Wiana mengungkapkan tudingan penolakan terhadap revitalisasi Teluk Benoa ini datangnya dari luar negeri, mereka takut disaingi, terutama Singapura dan Malaysia, adalah fitnah besar.

Dijelaskan ForBALI, meskipun Wiana mengungkapkan sebagai sebuah kemungkinan, tetapi apa yang disampaikan Wiana mencerminkan bahwa dirinya tidak pernah ingin mencari tahu bagaimana gerakan penolakan reklamasi ini dibangun. Mencurigai boleh saja, namun apabila tanpa ada bukti, maka kecurigaan tersebut akan menimbulkan prasangka yang buruk di hadapan publik tanpa adanya fakta yang pernah bisa dibuktikan. Apa yang membedakan tudingan wiana dengan fitnah?.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement