REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar menyebutkan, dalam aturan konstitusi segala perhitungan mengenai kerugian keuangan negara adalah ranah wewenang pihaknya selaku auditor. Pernyataan Harry itu menanggapi langkah PT Pertamina (Persero) melakukan audit forensik terhadap anak usahanya PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral-PES), yang dilakukan lembaga auditor asing asal Australia, Kordamentha.
"Kalau yang saya perhatikan kalau dia menyangkut kerugian negara, itu kan UU Tipikor menjelaskan tiga lembaga, BPK, BPKP dan kantor akuntan publik. Tapi semuanya tetap nanti diserahkan pada pengadilan. Pengadilan yang nanti apakah mengakui apa enggak," kata Harry kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (16/11).
Tetapi Harry menjelaskan, pengadilan pun nantinya akan datang ke BPK untuk memastikan hasil audit kantor akuntan publik sudah ditinjau kembali oleh BPK atau belum. “Terutama menyangkut kerugian negara. Jadi hasil audit Kordamentha itu harus dilaporkan ke BPK, sepanjang itu menyangkut keuangan negara," ucap dia.
"Kalau itu tidak menyangkut keuangan negara tidak perlu lapor BPK. Tapi harus dilihat juga perusahaannya apa? Swasta atau negara? Pertamina itu perusahaan negara. Jadi harus lapor BPK,” ujar dia menegaskan.
Sebelumnya, anggota BPK Achsanul Qosasi meminta Pertamina untuk menyerahkan hasil audit forensik Petral tersebut kepada pihaknya. “UU tentang BPK mengamanatkan pasal 6 ayat 4, agar hasil dari audit akuntan publik dilaporkan kepada BPK dan diumumkan kepada publik,” ucapnya.
Ia menjelaskan, hasil audit oleh akuntan publik tersebut tidak akan bisa dilaporkan ke penegak hukum sebelum dilaporkan kepada BPK, mengingat Pertamina sendiri merupakan perusahaan milik negara. “Tidak bisa (diproses penegak hukum), harus dilaporkan BPK. Nanti BPK yang melaporkan. Karena perhitungan kerugian negara itu kan pasti harus melalui BPK," kata Achsanul.