Jumat 06 Nov 2015 18:48 WIB

UMK Bekasi Harus Lebih Besar dari DKI

Rep: C37/ Red: Djibril Muhammad
 Sejumlah buruh membentangkan spanduk ketika berunjuk rasa menuntut revisi dan penyesuaian upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Foto: Antara/R Rekotomo
Sejumlah buruh membentangkan spanduk ketika berunjuk rasa menuntut revisi dan penyesuaian upah minimum kabupaten/kota (UMK).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Bekasi menyatakan upah minimum Kota (UMK) Bekasi harus di atas rata-rata upah minimum pekerja di DKI Jakarta. Sebab, kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja Bekasi jauh lebih besar ketimbang pekerja di DKI Jakarta.

"UMK Bekasi harus diatas pekerja dari DKI Jakarta. Karena, kebutuhan hidup di Bekasi jauh lebih mahal dari DKI Jakarta," kata Ketua DPC SPSI Kota Bekasi, R. Abdullah, Jumat (6/11).

Abdullah menjelaskan, alasannya dapat dilihat dari tiga unsur KHL yang disurvei. Misalkan, kebutuhan sandang di Bekasi jauh lebih besar. Sebab, di Bekasi tidak ada pusat grosir pakaian seperti Tanah Abang di Jakarta. "Kalau di Jakarta ada pusat grosir kebutuhan pakaian, di Bekasi tidak ada," jelasnya.

Alasan lainnya, kebutuhan transportasi umum di Bekasi tidak secanggih di DKI Jakarta. Jika di Bekasi, setiap orang harus berganti-ganti kendaraan agar bisa sampai tujuan. Sedangkan di Jakarta, cukup satu kali naik Busway, maka sudah bisa sampai tujuan. "Makanya, biaya transportasi di Bekasi jauh lebih mahal," katanya.

Selain itu, kebutuhan pangan dan sayur mayur, kata Abdullah, juga lebih tinggi nilai belinya dibandingkan di DKI Jakarta. Sebab, Bekasi belum memiliki pasar induk seperti Pasal Kramat Djati, Jakarta Timur. Warga Bekasi harus membeli dari pedagang eceran yang harganya jauh lebih mahal ketimbang membeli langsung dari pasar induk.

Selanjutnya untuk kebutuhan tempat tinggal. Di Bekasi, kata Abdullah, jarang ada rumah kos yang memberikan fasilitas penghuninya berjumlah lebih dari dua orang. Sedangkan di DKI Jakarta banyak rumah kos yang memperbolehkan penghuninya lebih dari dua orang.

"Jadi kalau mereka mau tinggal disana, bisa melakukan kolektif dana, dan biayanya menjadi lebih ringan," katanya.

Saat ini, katanya, dewan pengupahan sedang melakukan survey KHL di sejumlah pasar-pasar Bekasi. Sehingga angka KHL belum bisa diputuskan. "Kami belum bisa menetapkan angka, karena masih dalam pembahasan. Penghitungan KHL di Kota Bekasi memakai rumus 118 persen x KHL," katanya.

Abdullah menjelaskan, dalam pembahasan UMK 2016 ini, masih menggunakan Keputusan Menteri No 13 tahun 2012 tentang tata cara penetapan UMK. Saat ini pihaknya belum menggunakan PP No 78 tahun 2015 tentang pengupahan karena belum ada asosiasi sektoral. "Lagian PP itu hanya pembanding saja kok,” tukasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement