Jumat 06 Nov 2015 13:33 WIB

Tahun Baru Islam dan Tantangan Pasar Tradisional

Red: M Akbar
Sandiaga Uno
Sandiaga Uno

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sandiaga S. Uno

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia

Dalam nuansa tahun baru Hijriyah, kita mengenang sahabat Abdurrahman bin Auf. Pada zaman nabi, Abdurrahman bin Auf adalah seorang wirausaha yang sukses. Saat Rasullullah menyeru untuk hijrah, Abdurrahman bin Auf harus meninggalkan semua bisnis dan kekayaannya di Makkah. Hingga ketika tiba di Madinah dia tidak memiliki apapun.

Rasullullah kemudian mempersaudarakannya dengan seorang Anshar bernama Saad bin Rabi. Kepada Abdurrahman, Saad menawarkan separuh dari semua yang dimilikinya. Abdurrahman bin Auf dengan sopan menolaknya, dia hanya meminta Saad untuk menunjukkan dimana lokasi pasar terdekat. Dari pasar itulah kemudian Abdurrahman bin Auf membangun lagi bisnisnya hingga kemudian lebih besar dari yang pernah dulu dimilikinya di Mekkah.

Kita kemudian mengenal Abdurrahman bin Auf bukan saja sebagai Ashabul Awwalun tetapi juga miliader muslim yang senantiasa mendermakan sebagian besar hartanya untuk kepentingan syiar Islam. Semangat persaudaraaan yang dibangun lewat integritas, etos wirausaha dan pasar yang menyediakan kesempatan adalah landasan bagi berkembangnya peradaban di Madinah.

Sebelum kedatangan nabi, kota yang sebelumnya bernama Yastrib itu jauh tertinggal dibandingkan Makkah. Integritas yang dibangun oleh Rasullullah lewat baiat dalam pertemuan Aqabah pertama dan kedua tidak saja bisa mendamaikan dua suku yang selalu berselisih Aus dan Khazraj tetapi juga menjadi pondasi persaudaraan antara Anshar dan Muhajirin.

Tetapi Muhajirin seperti Abdurrahman bin Auf ternyata tidak ingin menjadi beban bagi saudara Ansharnya, mereka hanya perlu kesempatan. Dan kesempatan itu terdapat di pasar. Pendatang dari Makkah yang sebagian besar memiliki latar belakang pedagang melengkapi para penduduk asli Madinah yang sebagian besar petani kurma. Kemandirian umat menjadi dasar penting untuk meletakkan pondasi syiar dan politik di Madinah.

Selanjutnya, pada abad-abad berikutnya, pasar mendapat posisi istimewa dalam perkembangan penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Nusantara. Interaksi di pasar terutama kota-kota pesisir memungkinkan para pedagang menyampaikan syiar Islam. Integritas yang dibangun para pedagang ini menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan kebaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement