REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok sky Khadafi berpendapat alokasi anggaran Rp 40 triliun yang didapat Kementerian BUMN dari APBN 2016, sangat mencurigakan sekali. Beruntung DPR memboikot keputusan pemerintah tersebut.
"Dari adanya pembiaran alokasi sebesar Rp 40 triliun untuk jadi PMN dari Menteri BUMN Rini Soemarno, ini menandakan ada hubungan yang mesra antara Presiden Jokowi dengan Rini," kata Uchok kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/11).
Padahal, PDI Perjuangan, sudah berapa kali memberikan sinyal agar Rini diganti. Tetapi Presiden Jokowi tetap mempertahankan Rini sebagai salah satu menteri favoritnya, dibandingkan dari menteri kalangan yg berasal dari partai politk.
Ia menuturkan, Kementerian BUMN dalam mengangkat komisaris BUMN banyak berasal dari kalangan profesional atau relawan yang mendukung Jokowi. Memang ada, komisaris BUMN yang dari partai, tapi harus tetap orang partai yang mendukung Jokowi.
"Ada kecurigaan saya, bahwa mahal atau BUMN mau mendapat PMN sampai sebesar Rp 40 Triliun, bukan untuk mengembangkan cor bisnis BUMN tersebut. Dugaan saya, besarnya dan mahal alokasi untuk BUMN ini diperuntukan bagi pendirian partai baru untuk menyongsong pemilu tahun 2019, dan mari kita lihat ke depan," katanya.
Tidak seperti era Presiden SBY, BUMN harus gigit jari alias tidak selalu mendapat PMN. Dari 2010-2014 saja, PMN yang diberikan Presiden SBY kepada BUMN baru sebesar Rp 24,2 triliun saja.
"Tetapi, sejak era Jokowi, dan Rini pada 2015, alokasi PMN untuk BUMN sebesar Rp 64,8 triliun, dan alokasi PMN untuk 2016 sebesar Rp 40 triliun. Jadi zaman Jokowi, selama dua tahun saja, dari 2015-2016, alokasi PMN bisa mencapai Rp 104,8 triliun. Ini kebijakan edan, dan paling paling yang menikmati bukan rakyat," kata dia memaparkan.