Rabu 04 Nov 2015 04:52 WIB

Warga Bantargebang Belum Dapat Bantuan Kesehatan

Rep: C37/ Red: Yudha Manggala P Putra
Sejumlah pekerja mengemas sampah-sampah plastik di kawasan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sejumlah pekerja mengemas sampah-sampah plastik di kawasan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata menyatakan jika salah satu pelanggaran Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi mengenai TPST Bantargebang yaitu tidak terpenuhinya bantuan kesehatan yang harus diberikan kepada masyarakat sekitar lokasi pembuangan sampah tersebut.

Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan, kata Ariyanto, bantuan yang harusnya diberikan dua kali dalam setahun, malah belum terpenuhi.

"Bantuan kesehatan dan obat-obatan untuk warga di sekitar Bantargebang harus diberikan dua kali setahun. Sebesar 600 juta untuk bantuan obat-obatan warga TPST Bantargebang. Kata dinkes baru setahun di tahun 2011. Ini salah satu pelanggaran lagi,"kata Ariyanto.

Pernyataan ini pun dibenarkan oleh warga sekitar TPST Bantargebang. Warga hanya berobat sendiri jika mengalami keluhan kesehatan. Bahkan saat kebakaran melanda lokasi pembuangan sampah milik ibukota ini, warga tidak mendapat masker.

"Kesehatan terganggu. Waktu kebakaran juga terganggu banget, kita diungsikan ke Puskesmas. Obat puskesmas saja,"kata Nuryadi (38 tahun), warga RT 04  RW 03 Kelurahan Sumurbatu Kec. Bantargebang pada Komisi A DPRD Kota Bekasi di TPST Bantargebang, Selasa (3/11).

Selain kesehatan, sumur artesis yang seharusnya bisa dipakai warga untuk menikmati air bersih pun tidak bisa dinikmati oleh warga. "Sumur artesis belum bisa kita nikmati sampai sekarang. Belum tersambung ke rumah-rumah. Karena perjanjiannya disambungkan ke rumah-rumah jadi nggak usah beli galon. Selama ini kita cuma dibantu sama LSM sama yayasan sosial aja,"kata kata Wardi (39 tahun) Ketua RT 04.

Menurut Kabid Pengendalian Dampak Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi Masriwati menyebutkan jika ada delapan sumur artesis, sementara untuk sumur pantau baru ada satu. "Harusnya mewakili arah arus air tanah. Utara, Selatan, Barat, Timur, idealnya harus lebih dari satu,"kata Masri.

Sumur pantau dan sumur artesis tersebut sangat diperlukan, kata Masriwati, karena saat ini air sungai warga sudah tercemar dengan limbah sampah. "IPAS (Indeks Pencemaran Air Sungai) nya masih belum baik. Kalau limbah semua kan masuk ke kali Asem,"katanya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement