REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian akhirnya diterbitkan. Dari segi gagasan, SE itu patut diapresiasi. Pasalnya negara ingin hadir untuk mengatur lalu lintas kebebasan berpendapat dan berekspresi, sehingga tidak berbenturan dengan hak asasi orang lain.
Di samping dilarang oleh peraturan perundang-undangan, ujaran kebencian juga bertentangan dengan keadaban bangsa ini. "SE itu didedikasikan menjadi panduan teknis bagi kepolisian untuk mencegah terjadinya konflik sosial yang dapat mengancam keamanan negara akibat ujaran kebancian itu," ujar Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution kepada Republika.co.id, Selasa (3/11).
Kategori ujaran kebencian dalam SE itu sangat luas, diantaranya penghinaan, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, penyebaran berita bohong. Dalam SE itu, pencemaran nama baik juga dimasukkan dalam kategori ujaran kebencian. Soal pencemaran nama baik seperti pada pasal 310 dan 311 KUHP, misalnya, polisi sebaiknya harus sangat berhati-hati.
"Sebab pasal ini multi tafsir, pasal karet. Berpotensi disalahgunakan sesuai pesanan," kata dia. Untuk itu diperlukan sosialisasi masif bagi semua personil kepolisian tentang UU terkait dan SE itu sehingga ada kesamaan persepsi di kalangan kepolisian sendiri.
SE dengan Nomor SE/06/X/2015 tersebut diteken Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia. Dalam salinan SE yang beredar di publik dari Divisi Pembinaan dan Hukum (Divbinkum) Polri, Kamis (29/10) disebutkan bahwa persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional atau internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM).