REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat sosial Universitas Papua di Manokwari DR Mulyadi Djaya mengatakan aksi demonstrasi dengan mengerahkan massa besar-besaran untuk melakukan penolakan pendirian masjid di Manokwari seperti yang terjadi pada Kamis lalu (29/10), sebenarnya tidak perlu terjadi. Syaratnya adalah bila kalau kedua belah pihak atau kelompok patuh dan taat dengan keputusan pertemuan yang difasilitasi oleh Polda Papua Barat pada bulan September lalu.
“Bila ada persoalan yang mengganjal maka seharusnya semua itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah yang memang sudah memiliki payung hukum tentang pendirian rumah ibadah,’’ kata Mulyadi, yang juga Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua Barat, kepada Republika, Selasa (3/11).
Mulyadi menegaskan demontrasi besar-besaran yang membawa soal isu suku agama ras dan antargolongan (SARA) punya risiko yang tinggi atas terjadinya gangguan kemanan dan meletupkan konflik sosial. Hal ini karenaa aksi tersebut sangat mudah disusupi pihak lain yang tidak menginginkan kondisi Papua, khususnya Manokwari tetap dalam aman dan damai.
“Apalagi kini situasinya menjelang ajang pemilukada yang akan berlangsung pada Desember nanti. Maka akan sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang sengaja ummat beragama di Manokwari pecah berkeping-keping,’’ katanya.
Sebelumnya, pada Kamis 29/10 sekitar dua ribu masa umat Kristiani di Manowari melakukan aksi unjuk rasa menolak kehadiran masjid di Manokwari. Pada saat itu, para pengunjuk rasa di dalam orasinya yang dilakukan di depan kantor Bupati Manowari, meminta agar aparaat membongkar dan tidak melanjutkan pembangunan sebuah masjid yang akan didirikan di Kelurahan Andya, Kecamatan Manokwari Selatan.