Sabtu 31 Oct 2015 09:06 WIB

Bebani Masyarakat, Kenaikan Tarif Jalan Tol Seharusnya Ditunda

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Indah Wulandari
Kemacetan melanda ruas jalan tol Lingkar Dalam Kota arah Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kemacetan melanda ruas jalan tol Lingkar Dalam Kota arah Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari FPKS Yudi Widiana Adia mendesak pemerintah menunda rencana kenaikan tarif 13 ruas tol pada 2016 mendatang.

Selain belum dipenuhinya  standar pelayanan minimum (SPM) jalan tol di sejumlah ruas, kenaikan tarif tol juga akan membebani masyarakat.

"Saya menyayangkan langkah pemerintah yang menaikan tarif tol hanya mengacu pada kenaikan inflasi tanpa memperhatikan SPM. Pemerintah jangan gegabah mengambil kebijakan karena  kenaikan tarif tidak memberikan rasa keadilan pada konsumen," kata Yudi, Sabtu (31/10).

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun  2004 Pasal 48 ayat (3) tentang Jalan menetapkan kenaikan tarif tol memang dapat dilakukan setiap dua tahun. Namun, hal itu tidak hanya didasarkan pada laju inflasi, tetapi dari hasil evaluasi atas pemenuhan SPM dan komponen lainnya.

 

“Masalah inflasi ini tidak bisa jadi tolok ukur utama, karena undang-undang ini juga mensyaratkan adanya evaluasi setiap dua tahun sebelum melakukan penyesuaian tarif. Hasil evaluasi yang dilakukan Badan Pengatur Jalan Tol  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  pada semester II tahun 2014 ada lima ruas yang dinyatakan tidak lolos uji SPM dan dinilai kurang memuaskan,"kata Yudi.

Lima tol yang kurang memuaskan SPM-nya, antara lain tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi), tol Jakarta-Tangerang, tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), dan tol Padalarang Cileunyi (Padaleunyi) serta  tol Kanci-Pejagan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement