REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernahkan membayangkan, bagaimana perasaaan seorang anak saat ditanya siapa ayahnya dan dia tak bisa menjawab? Beratnya beban psikologis akan mendera sepanjang hidup sang anak. Dan hal itu bisa membuntuti kehidupan sang anak hingga dia dewasa, sepanjang usianya.
Beban psikologis tersebut sangat mungkin mendera anak yang lahir melalui cara pembelian donor sperma di bank sperma. Sosiolog sekaligus Wakil Rektor Ibnu Chaldun Jakarta Musni Umar mengatakan, anak yang dilahirkan dari sperma donor, akan menjadi sosok yang merasa inferior. "Dia akan bingung kalau ditanya siapa bapaknya," ujar Musni Umar, Jumat (30/10). (Baca Juga : Cegah Perempuan Indonesia Beli Sperma Demi Dapat Keturunan).
Namun hal itu tidak bisa dihindarinya karena sebagai mahluk sosial, seorang mulai dari anak hingga dewasa harus bersosilisasi. Karena itulah, Musni mengimbau perempuan Indonesia jangan sampai terpikir dan ikut-ikutan tren paham liberal yang memungkinkan membeli sperma melalui bank sperma.
"Kehidupan anak akan penuh masalah. Jadi pikirkan masa depan anak," ujarnya. (Baca Juga:
Apalagi dalam masyarakat Indonesia yang masih menganut paham lama, seorang anak itu harus ada bapak dan ibunya. "Kalau anak hanya memiliki ibu, sementara ayahnya tak jelas karena hanya dari donor sperma maka akan luar biasa dampaknya," katanya.