REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komoditas tembakau sebagai bahan baku rokok dan kretek mengundang untung besar di kalangan industri raksasa yang memproduksinya. Namun situasi sebaliknya menerpa petani-petani tembakau lokal.
Sekitar 800 ribu petani tembakau se-Indonesia tercatat rentan fluktuasi ekonomi. Mereka kerap merugi bahkan terjebak di pasar oligopsoni tembakau.
"Jika ada alternatif menanam yang lain, para petani sebenarnya sepakat untuk mengendalikan produksi tembakau," kata mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif pada Konferensi Pers Diseminasi Hasil Penelitian Persepsi Petani dan Mantan Petani Tembakau terhadap Pertanian dan Pengendalian Tembakau, Rabu (28/10).
Produksi tembakau skala pabrik dan industri, lanjut dia, menguntungkan sebagian kecil kelompok saja. Yakni para konglomerat dan pemilik modal di sektor rokok. Sisanya, ada ribuan petani, pekerja pabrik dan pengonsumsi rokok yang mengalami kerugian finansial dan kesehatan selama bertahun-tahun. Mereka merugi, baik secara disadari maupun tidak.
Ia menerangkan, konsumsi tembakau merupakan penyebab utama penyakit dan kematian dini di Indonesia. WHO memperkirakan, merokok membunuh 235 ribu orang Indonesia setiap tahunnya. Sementara asap tokok membunuh25 ribu nyawa. Maarif pernah berbincang dengan seorang dokter dan menanyakan soal pecandu rokok yang memiliki usia panjang. Jawaban yang ia peroleh, itu merupakan pengecualian saja, tapi secara umum, rokok membahayakan kesehatan.
Tidak adanya peraturan tentang rokok menyebabkan 614 juta atau 36,1 persen oranh dewasa saat ini mengonsumsi rokok.
"Kecenderungan merokok pada pria meningkat dari 53,4 persen di 1995 menjadi 67,4 persen di 2011," katanya. Begitu oun konsumsi rokok di kalangan wanita ya g meningkat tiga kali lipat. Di mana, persentase pengguna di 1995 sebanyak 1,7 persen sementara di 2011 meningkat menjadi 4,5 persen.
Melihat situasi tersebut, ia meminta pemerintah tegas mengatur dan mengendalikan produksi tembakau untuk rokok. Apalagi, upaya tersebut didukung kemauan petani tembakau yang memang ingin beralih produksi.
"Memang tidak mudah, tapi harus dimulai dan serius," tuturnya.