Selasa 27 Oct 2015 18:27 WIB

Spirit Ketahanan Energi di Wajah Baru Transportasi Laut

Red: M Akbar
 Arus mudik kapal laut. (ilustrasi)
Foto: Antara/Untung Setiawan
Arus mudik kapal laut. (ilustrasi)

Oleh: Angga Indrawan/Wartawan Republika

Wacana konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi laut sempat hanya memancing kernyit di dahi. Proyek dinilai muluk melihat kesiapan dan ketersediaan teknologi yang dianggap minim. Begitu juga ditilik sisi urgensi, mengacu tren mudik dengan kapal yang dinilai mulai ditinggal penikmatnya. Bercermin catatan Kemenhub, jumlah pemudik via laut tahun ini yang turun tujuh persen dibanding tahun sebelumnya.

Namun demikian, pesimisme publik 'digebrak' dengan kesepakatan yang dibuat PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Pelni (Persero) dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Dari kesepakatan itu, ada kado manis untuk publik yang dibingkis pada 2016: Konversi penggunaaan BBM menjadi BBG untuk kapal laut. Konversi ke BBG diyakini mengawali era baru transportasi laut yang murah, ramah lingkungan, dan berperan penting bagi ketahanan energi Nasional.

Kesepakatan yang dibuat pada September silam disambut antusias masyarakat. Harapan satu per satu muncul. Setidaknya konversi menumbuhkan mimpi makin terjangkaunya tarif kapal laut, peningkatan kenyamanan dalam perjalanan, hingga transportasi yang ramah lingkungan.

"Senang dengar kabar baik itu," ujar Yudi Kurniawan (28 tahun), salah satu pelanggan setia mudik via kapal laut kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (26/10).

Warga perantau asal kampung Bontoranu, Kecamatan Sila, Cabangdonggo, Bima itu pun berharap 'revolusi' di lautan itu bermanfaat bagi ia dan sesama perantau lainnya. Baginya, mudik murah, nyaman, dan selamat di kampung halaman adalah doa yang selalu terlantun di lautan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement