Selasa 27 Oct 2015 16:27 WIB

Malaysia Ingin Kirim Bantuan Lebih ke Indonesia

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah pengendara motor melintasi jalan yang diselimuti kabut asap pekat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (27/10).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah pengendara motor melintasi jalan yang diselimuti kabut asap pekat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Pemerintah Malaysia ingin mengirim bantuan lebih ke Indonesia untuk memerangi bencana kebakaran hutan dan lahan. Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam Malaysia, Datuk Seri Dr Wan Junaidi Tuanku Jaafar akan bertemu pejabat dari pemerintah Indonesia hari ini di Jakarta untuk melihat bantuan apa yang diperlukan.

“Kami telah mengirim pesawat ke Indonesia untuk membantu memadamkan kebakaran hutan, dan pemerintah Indonesia mengatakan hal tersebut cukup membantu,” ujarnya seperti dikutip dari AsiaOne, Selasa (27/10).

Malaysia hanya memiliki satu pesawat yang bisa memuat air untuk memadamkan api sehingga harus kembali ke negara asalnya untuk menjalani perawatan.

“Kami ingin melihat apakah ada bantuan lain yang dapat diberikan. Kami bersedia mengirim bantuan lebih banyak, termasuk petugas pemadam kebakaran," kata dia.

Sejak Ahad (25/10) angin dari timur laut datang ke Malaysia. Angin tersebut diharapkan mampu membersihkan langit di atas Malaysia.  Hingga kini, operasi kemanusiaan bagi masyarakat terpapar asap di Sumatra dan Kalimantan terus dilakukan pemerintah. Sejak Juli lalu, penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mencapai 505.527 jiwa.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB‎, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan beberapa pemerintah daerah telah membangun rumah singgah atau tempat evakuasi di gedung-gedung pemda, seperti Kota Pekanbaru, Palangkaraya, Bengkalis, Palembangan, Katinga, dan lainnya. Beberapa NGO dan relawan juga mendirikan rumah singgah yang dilengkapi pembersih udara, pelayanan kesehatan, obat-obatan, tenaga medis.

Sebagian masyarakat berkunjung ke rumah singgah tersebut. Namun secara umum sebagian besar masyarakat belum bersedia berkunjung.

“Alasannya karena jauh, merasa tetap nyaman di rumahnya, harus tetap bekerja dan melakukan kegiatan rutin,” ucap Sutopo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement