Senin 26 Oct 2015 16:50 WIB

Ini Catatan PBB Setahun Pemerintahan Jokowi

Rep: Agus Raharjo/ Red: Angga Indrawan
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas membahas langkah-langkah pengendalian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan Sumatera dan Kalimantan, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/10).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas membahas langkah-langkah pengendalian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan Sumatera dan Kalimantan, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Bulan Bintang (PBB) menilai setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo belum menunjukkan perbaikan keadaan di Indonesia. Dalam catatan PBB, kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla justru melihatkan kegaduhan di antara anggota kabinetnya sendiri akibat lemahnya kepemimpinan mereka.

Celakanya, menurut Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, Jokowi terkesan menyederhanakan semua persoalan yang muncul. Mulai dari koordinasi, manajemen hingga kebijakan yang ditempuh justru menimbulkan persoalan baru. PBB menilai ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan Jokowi dalam pemerintahannya.

Pertama, kata Yusril, PBB menyesalkan keberangkatan Jokowi ke Amerika Serikat saat kondisi Indonesia seperti sekarang ini. Terlebih, sudah ditegaskan Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, Jokowi tidak membawa agenda pembahasan freeport di Indonesia. Artinya, lawatan Jokowi ke AS bukan kepentingan mendesak.

“Seharusnya Presiden bisa lebih fokus menyelesaikan masalah dalam negeri terutama bencana kebakaran hutan yang kini telah menimbulkan korban jiwa, ancaman kesehatan dan kerusakan lingkungan yang parah bagi kehidupan,” kata Yusril di kantor DPP PBB, Jakarta, Senin (26/10).

Catatan kedua soal segera berakhirnya kontrak karya Freeport di Indonesia. Menurut PBB, pemerintah harus menegosiasikan besaran bagi hasil sebesar 80-20 bagi Indonesia dalam membuat kontrak karya dengan pihak manapun. Termasuk dengan Freeport jika ingin memerpanjang kontrak karyanya. 

Catatan ketiga adalah terkait dengan kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pemerintah seharusnya memerkuat keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, pemerintah patut memertimbangkan memberikan apresiasi berupa insentif kepada KPK dari pengembalian uang negara yang berhasil disita dari tangan para koruptor.

“Langkah ini diyakini akan memberikan gairah dan dorongan lebih kuat dalam menyelamatkan uang negara,” kata Yusril. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement