REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah lebih rawan terjadi konflik ketimbang pemilu nasional. Sebab, dalam pilkada lebih melibatkan perasaan emosional ketimbang pemilu nasional.
"Kenapa pilkada bermasalah? Karena pilkada membawa emosional keluarga, emosional teman, emosional kelompok-kelompok. Kalau pemilu nasional, pileg, dan pilpres itu jangkauannya lebih luas, prioritasnya tidak terlalu sempit," jelas Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).
Sebab itu, Kalla menilai berbagai konflik yang terjadi seperti pembakaran atau konflik lainnya justru sering terjadi dalam pilkada. Kalla pun meminta agar pemerintah daerah berhati-hati dan menaati aturan dalam penyelenggaraan pilkada.
Selain itu, ia juga menyoroti kecenderungan para penyelenggara pemilu yang terlibat dalam pilkada, seperti dilakukannya manipulasi serta mobilisasi massa. "Itu pokok pangkal dari kekurangsempurnaan pilkada itu sendiri dan juga kekurangtepatan demokrasi itu sendiri," kata Kalla.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga netralitas aparatur sipil negara serta diberlakukannya sanksi bagi para pelanggar. Lebih lanjut, pembentukan satuan tugas (satgas) pengawasan ASN untuk bersikap netral pun penting dilakukan.
Kalla berharap agar satgas yang dibentuk oleh Menteri Pan-RB dan Menteri Dalam Negeri dapat bekerja dengan konsep yang baik serta dapat menjalankan sanksi yang ada. Dengan demikian, diharapkan pemilukada dapat menghasilkan pemerintahan yang terhindar dari korupsi.
"Karena biasanya yang terpilih karena begitu banyak hutang baik hutang dukungan maupun uang itu ujungnya ke KPK. Jadi ini semua mempunyai standar yang kita harus ikuti," kata JK.