REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Industri Makanan Kementerian Perindustrian, Faiz Achmad menilai rencana pengenaan cukai tiga kali lipat untuk tembakau impor dalam RUU Pertembakauan kontra produktif.
Sebab menurutnya, saat ini 40 persen tembakau di Indonesia masih impor. Hasil produski tembakau di Indonesia sekitar 180 ribu sampai 190 ribu ton per tahun. Sedangkan yang dibutuhkan mencapai 330 ribu ton per tahun.
"Bila nantinya dikenakan cukai hingga tiga kali lipat tentu akan memberatkan industri," katanya.
Ia melanjutkan, selain itu dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan tembakau dan membuat industri rokok tidak kondusif. Kondisi ini bukan tidak mungkin justru membuka celah bagi masuk dan maraknya peredaran rokok ilegal marak.
"Hal ini tentu akan meresahkan," ujarnya.
Imbasnya, industri akan kontra produktif. Target penerimaan cukai rokok yang sudah ditetapkan tak mungkin tercapai. Faiz menilai, pengenaan cukai dan pajak untuk industri rokok saat ini sudah besar.
"Sehingga tak perlu lagi ditambah. Ini terkesan ada pajak berganda," jelasnya.
Sebelumnya, dalam pembahasan RUU Pertembakauan oleh DPR terdapat pasal yang mengatur tentang impor tembakau. Di pasal tersebut dijelaskan bahwa tembakau impor akan dikenakan cukai sebesar 60% dari harga pasar, sedangkan rokok yang mengandung tembakau impor akan dikenakan biaya cukai tiga kali lipat.