Ahad 18 Oct 2015 06:19 WIB

Di Frankfurt Book Fair, Republika Hadirkan Buku Kekejaman PKI

Suasana Frankfurt Book Fair 2015.
Foto: Antara
Suasana Frankfurt Book Fair 2015.

Namun, urusan tamu kehormatan bukan hal gampang. Ketidakjelasan tentang penanggung jawab status kehormatan belum putus. Baru pada 2013, pemerintah meneken kesepakatan. Lalu, pada 2014, sebuah kepanitiaan dalam level dini dibentuk. "Komite lengkap kemudian terbentuk dan baru bisa benar-benar bekerja pada 2015 awal," kata Ketua Umum Ikapi, Lucya Andam Dewi. Sungguh waktu yang tersisa amatlah singkat.

Pada pekan ini, dahaga masyarakat dunia akan informasi tentang Indonesia terpuaskan di Frankfurt. Mau lihat kekayaan kulinernya, bisa. Ingin tahu keberanekaan tariannya, gampang. Penasaran tentang film dan musiknya, ada. Mau diskusi tentang karakter Muslim penduduknya, tersedia. Sebut minat apa, sekian dari 500 mata acara tentang Indonesia bisa memenuhinya.

Bagaimana dengan buku-bukunya? Nah, dalam hal ini, keterbatasan waktu justru paling menyulitkan. Selaku tuan rumah kehormatan, lazimnya negara mana pun harus menyiapkan kekayaan pustakanya dalam bahasa internasional.

Komite telah berusaha menyaring dan pemerintah membantu pendanaan penerjemahan. Namun, hingga pameran berlangsung pada pekan ini, hanya tambahan 20 judul buku yang benar-benar siap jual.

Untungnya sejumlah penerbit nasional telah berusaha secara mandiri mempersiapkan buku-buku agar layak go international. Republika Penerbit (PT Pustaka Abdi Bangsa) berada di antaranya, hadir membawa buku-buku larisnya --antara lain karya Buya Hamka, Habiburrahman El Shirazy, dan Tere Liye-- untuk bersaing di pentas dunia. Ketika panitia nasional fokus pada tema korban peristiwa setelah 1965, Republika justru hadir di Frankfurt membawa buku terbaru Taufiq Ismail tentang kekejaman PKI dan rezim-rezim komunis di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement