REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dan Presiden Joko Widodo sepakat untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga masa sidang selanjutnya. Namun, belum jelas kapan revisi ini akan kembali digulirkan.
Dalam program legislasi nasional prioritas 2015, revisi UU KPK merupakan inisiatif pemerintah. Namun, Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah ancang-ancang dengan memasukkan revisi UU KPK dalam prolegnas prioritas 2016.
Anggota Baleg dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), AL Muzzamil Yusuf mengatakan, tidak akan ada pembahasan revisi UU KPK lagi setelah ada kesepakatan penundaan dari DPR dan pemerintah. Apa yang sudah tercapai dari kesepakatan itu, menurut Muzzamil, sudah sesuai dengan apa yang PKS inginkan.
“Kalau mau mengusulkan dari pemerintah saja usulan itu, dan dipersiapkan dengan matang,” kata Muzzamil di kompleks parlemen Senayan, Kamis (15/10).
Saat ini pemerintah harus fokus untuk menyelesaikan persoalan riil yang terjadi di Indonesia. Seperti kondisi perekonomian, bencana asap, PHK di mana-mana, atau masalah lain yang sedang dihadapi negeri ini. Muzaamil mengatakan, sejak awal PKS ingin revisi UU KPK ini berangkat dari inisiatif pemerintah, bukan dari anggota dewan. Kalau revisi UU KPK ini menjadi inisiatif pemerintah, pembahasannya menjadi lebih efisien, efektif dan tidak mengundang perdebatan publik.
Kalau usulan revisi datang dari pemerintah, imbuh dia, fraksi-fraksi di DPR akan membuat daftar inventaris masalah (DIM). Jadi, jika usulan pemerintah pembahasan revisi UU KPK lebih konstruktif dan tidak menimbulkan hingar bingar di masyarakat.
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, hasil rapat konsultasi antara pimpinan DPR dengan Presiden Jokowi beberapa hari lalu, disepakati ada penundaan pembahasan revisi UU KPK. Menurut Fadli Zon, pemerintah ingin berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan yang riil terjadi saat ini. Namun, Fadli menegaskan belum ada pembicaraan pasti kapan pembahasan revisi UU KPK ini akan dimulai.