Kamis 15 Oct 2015 08:02 WIB
Pembunuhan Salim Kancil

Lihat Salim Kancil Disiksa, Anak TK ini Demam dan Susah Tidur

Rep: Andi Nurroni/ Red: Bayu Hermawan
  Lukisan anak yang mendengar cerita tentang pembunuhan Salim Kancil pada Sabtu (26/10) silam.  (Republika/Wihdan)
Lukisan anak yang mendengar cerita tentang pembunuhan Salim Kancil pada Sabtu (26/10) silam. (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Penyiksaan terhadap Salim alias Kancil yang berlangsung di muka umum oleh preman-preman tambang pasir di Selok Awar-Awar, Lumajang, meninggalkan trauma bagi warga yang menyaksikan. Salah satunya adalah kisah bocah bernama Gilang (5).

Bocah yang duduk dibangku TK itu tengah bermain bersama cucu Salim Kancil, Helmi (5), di sekitar rumah Salim Kancil, sewaktu petani penolak tambang itu disergap para preman tambang.

Berdasarkan gambar-gambar yang dibuat Gilang dalam rangka penyembuhan trauma di sekolahnya, diketahui bahwa anak itu melihat Salim Kancil dipukuli hingga wajahnya berdarah. Tak heran, setelah Gilang menyaksikan drama kekerasan itu pada pagi hari, siang harinya dia langsung demam.

"Badannya langsung panas, Mas. Demam," ujar ibu Gilang, Helen (25), dijumpai di rumahnya.

Tak hanya Demam, menurut Helen, malam harinya, anak itu gelisah dan tidak bisa tidur. "Dia enggak bisa tidur malamnya. Sedikit-sedikit bangun, sedikit-sedikit bangun. Sampai subuh begitu terus," jelasnya.

Dalam gambar yang ia buat, Gilang menceritakan imajinasi adegan penyiksaan Salim Kancil. Dia menggambar tiga orang, yang dia sebut masing-masing sebagai Salim Kancil, Dio (anak Salim Kancil) dan dirinya.

Dio sendiri waktu itu memang sedang bersama Salim Kancil ketika ayahnya ditangkap para preman. Hal yang membuat gurunya sedih, Gilang menggambar kepala Salim Kancil dengan warna merah bergaris-garis.

"Kata Gilang, dia melihat muka Pak Salim tertutup darah," ujar Any Windaryanti, Kepala Sekolah TK Muslimat NU Nurul Islam, tempat gilang bersekolah.

Tragedi pembunuhan Salim Kancil juga berimbas pada cucunya, Helmi. Selain trauma, bocah itu juga mengalami perubahan sikap. Menurut any, Helmi jadi suka berkata-kata kasar.

"Mungkin itu karena banyak orang datang ke rumhanya, terus banyak yang mengeluarkan makian atau kata-kata kasar, jadi dia meniru," kata Any.

Trauma dan perubahan sikap itu kini sedang ditangani pihak sekolah. Menurut Any, setelah menjalani terapi, kondisi psikologis dua anak tersebut sudah jauh membaik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement