REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan warganya menjadi akseptor keluarga berencana (KB) serta ikut kerja bakti. Keputusan tersebut dianggap hal yang wajar karena merupakan tugas dari seorang bupati.
"Ya itu sih kebijakan bupati ya, dia kan punya alokasi dana sendiri. Itu hak kebijakan dia," ujar pakar kebijakan publik Agus Pambagio saat dihubungi, Ahad (11/10).
Ia menjelaskan bahwa keputusan Bupati Purwakarta yang akan mencabut subsidi kesehatan dan pendidikan dinilai tidak menyalahi aturan yang beralaku. Selaku pemimpin daerah dia memiliki kewenangan untuk membuat keputusan tersebut.
Jika Dedy memang bisa menerapkan keputusan pencabutan subsidi pendidikan dan kesehatan, maka ia sah-sah saja melakukannya. Terlebih lagi larangan-larangan sebelumnya juga seperti pelarangan keluar malam bagi anak muda di atas jam sembilan malam berani ia lakukan.
Agus menilai, langkah Bupati Purwakarta tidak bisa dibilang pemaksaan, karena kebijakan bupati. "Itu dia pakai alasan, punya pertimbangan dan seterusnya," ujar Agus.
Menurutnya, keputusan Dedi Mulyadi itu juga bisa saja tidak memerlukan persetujauan DPRD. Karena dilakukan melalui surat keputuaan bupati. Terlebih lagi apabila keputusan itu tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.