Kamis 08 Oct 2015 18:02 WIB

Cerita tentang Desa Salim Kancil yang Miskin

Rep: Andi Nurroni/ Red: Esthi Maharani
KTP Salim Kancil
Foto: Youtube
KTP Salim Kancil

Oleh Andi Nurroni

Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, mendadak terkenal setelah kasus pembunuhan sadis terhadap seorang petani penolak tambang pasir bernama Salim (46) alias Kancil. Tragedi kekerasan yang menyita perhatian publik luas itu tidak bisa dilepaskan dari latar belakang kemiskinan dan rendahnya akses terhadap pendidikan di desa tersebut.

Akutnya kemiskinan bisa dijumpai di sekitar rumah Salim Kancil di RT 25/RW 10. Demi menyiasati rendahnya penghasilan, sebagian tetangga Salim Kancil sehari-hari mengonsumsi oplosan jagung dan beras.

Widayanto (25), tetangga di samping rumah Salim Kancil, mengaku biasa menjadikan campuran jagung dan beras sebagai makanan utama sehari-hari. Jagung dua bagian, kata dia, biasa dicampur dengan beras satu bagian.

Dengan mencampurkan jagung dan beras, kata dia, biaya dapur yang dikeluarkan bisa ditekan karena mereka menanam jagung sendiri.

“Sehari-hari, saya tak punya uang. Jadi ngutang dulu. Ada warung langganan,” ujar dia.

Widayanto merupakan tulang punggung di rumahnya. Ia menghidupi istri, satu anak dan seorang mertua yang tinggal bersamanya.

Tetangga Salim Kancil yang lain, Tubin, juga biasa mengoplos jagung dengan beras untuk makan sehari-hari. Kakek itu terpaksa masih bekerja, meskipun usianya sudah melewati 70 tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, menurut Tubin, ia biasa bekerja serabutan sebagai buruh tani. Sayang, kata dia, pekerjaan itu tidak selalu ada.

“Saya kerja apa saja. Bantu-bantu orang. Tanam padi, panen padi, bersih-bersih kebun, apa saja,” ujar kakek yang hampir semua giginya telah tanggal itu.

Kemiskinan di Desa Selok Awar-Awar berjalan paralel dengan kondisi lemahnya akses terhadap pendidikan. Di desa tersebut, sangat banyak dijumpai orang tua yang buta huruf. Salim Kancil sendiri, berserta istrinya, Sutijah, adalah pasangan buta huruf.

 

Paman Salim Kancil yang juga pentolan warga penolak tambang, Sapari (65), juga mengaku buta huruf. Menurut Sapari, tak hanya dia, seluruh saudaranya yang berjumlah lima orang juga tidak bisa baca-tulis.

Tak hanya orang tua, rendahnya akses pendidikan juga masih dialami anak-anak hari ini. Di sekitar lingkungan rumah Salim Kancil, dan secara umum di Desa Selok Awar-Awar, masih banyak didapati anak putus sekolah.

Ike Nurila (22), anak Salim Kancil, menghitung, dari 13 anak usia SMP di lingkungan RT-nya, hanya enam orang yang bersekolah. Sementara, tujuh sisanya, kata dia, sudah turut serta membantu orangtua mereka mencari uang.

Karena rendahnya akses terhadap pendidikan, kata dia, anak-anak remaja di kampungnya umumnya dinikahkan pada usia muda.

Berdasarkan data kependudukan di kantor Desa Selok Awar-Awar, jumlah warga di desa tersebut pada 2014 tercatat 7006 jiwa. Dari jumlah tersebut, mayoritas bekerja sebagai petani, yakni sebanyak 3282 jiwa. Pekerjaan terbanyak selanjutnya adalah buruh (1934 jiwa), pedagang (796 jiwa), sopir (50 jiwa), dan nelayan (42 jiwa).

Informasi tersebut tertera di bagan yang tertempel di ruangan kantor sekretaris desa. Selain data tersebut, satu-satunya staf desa yang ada di ruangan tersebut mengaku tidak memiliki data lainnya, termasuk angka penduduk miskin di desa itu. Sementara, Rahmad, sang sekretaris desa disebut sudah dua hari terakhir hanya datang sekilas saja ke kantor. Dua nomor ponsel yang dimilikinya pun semua tidak bisa dihubungi.

Di desa berpenduduk miskin dan jauh dari budaya literasi itu, tragedi kekerasan telah terjadi begitu brutal. Sang Kepala Desa, Hariyono, dan anak-anak buahnya yang sebagian buta huruf, nekat menghabisi seorang Salim Kancil, petani tunaaksara yang berteriak protes karena sawahnya digilas tambang pasir.

Di desa yang pendudukanya miskin itu, kepala desa dan anak-anak buahnya yang pongah mempertontonkan kekayaan dan kemewahan kini telah tersandung kesombongannya sendiri.

Setelah berlalunya babak tambang pasir yang menyengsarakan hidup warga, kini mereka berharap, pengorbanan Salim Kancil tidak sia-sia. Warga berharap, desa mereka kembali damai dan pemerintah bisa membimbing mereka hidup lebih maju dan sejahtera.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement