Kamis 08 Oct 2015 07:01 WIB

KPK : RUU Pengampunan Pajak Tak Terkait Langsung dengan Korupsi

PLT Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Aji.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
PLT Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Aji.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji menjelaskan, Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional yang diusulkan DPR tidak terkait langsung dengan tindak pidana korupsi.

"RUU Pengampunan Nasional tidak ada kata-kata 'pelaku korupsi'. RUU itu terkait dengan 'tax amnesty'," kata Indriyanto dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.

RUU Pengampunan Nasional diajukan 33 anggota DPR dari fraksi Partai Golkar, PDI-Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa untuk menjadi RUU prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 meski belum pernah dibicarakan dalam pembahasan Prolegnas 2-15 dan Prolegnas 2015-2019.

"Tujuan RUU Pengampunan Nasional itu 'kan bukan pemutihan tindak pidana, tapi untuk memasukkan uang dari masyarakat Indonesia yang beredar di luar untuk ditingkatkan lagi ke Indonesia yang terkait dengan permasalah-permasalahan pajak. Pajaknya itu, salah satunya terkait dengan tindak pidana korupsi," ungkap Indriyanto.

Menurut RUU tersebut, Pengampunan Nasional adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.

Setiap orang Pribadi atau Badan berhak mengajukan permohonan pengampunan nasional dengan menyampaikan surat permohonan pengampunan nasional. Terdapat sejumlah pengelompokkan tarif uang terbusan berdasarkan periode surat permohonan pengampunan nasional yaitu sebesar 3 persen, 5 persen dan 8 persen berdasarkan harta yang dilaporkan.

"Tapi memang itu baru sebatas rancangan, bukan dilihat apakah ada kedaluarsa dugaan tindak pidana korupsi atau tidak. Mengapa tindak pidana korupsi itu masuk? Karena, ada tindak pidana yang dikecualikan untuk pengampunan nasional yaitu terorisme, narkoba, perdagangan manusia. Jadi, RUU ini baru sebatas itu dan bukan bagian dari semacam amnesti," tambah Indriyanto.

RUU ini, menurut Indriyanto, lebih fokus kepada pengampunan pajak para wajib pajak.

"RUU ini pun belum mengatur mengenai kapan kedaluarsa atau sampai tahun ke berapa sejak ditandatanganinya UU tersebut pengampunan nasional itu diberikan kepada wajib pajak," tambah Indriyanto.

Dalam RUU ini juga diatur mengenai pembentukan Satuan Tugas Pengampunan Nasional melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran surat permohonan pengampunan nasional beserta lampirannya (pasal 8).

Dalam penjelasan umum RUU ini disebutkan banyak pelaku kejahatan yang cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang atau menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah di dalam negeri.

Banyaknya dana atau harta yang diduga disimpan di dalam dan luar negeri dengan berbagai alasan antara lain karena harta atau penghasilan tersebut berasal dari hasil tindak pidana dan untuk menghindari pembayaran kewajiban perpajakan.

Terdapat berbagai kejahatan masa lampau yang berkaitan dengan uang/dana hasil tindak pidana, yang diduga belum selesai ditangani oleh instansi penegak hukum yag diduga karena sulit membuktikan asal dan aliran dana hasil tindak pidana tersebut.

Tindak pidana tersebut antara lain korupsi, pencucian uang, pembalakan liar, tindak pidana di bidang perikanan dan kelautan, di bidang pertambangan, di bidang perbankan, di bidang kepabeanan dan cukai, perjudian serta di bidang penanaman modal.

Menyadari sepenuhnya bahwa aparatur pemungutan pajak belum mampu menghadapi pelanggaran-pelanggaran fiskal, dan masih besarnya tantangan dan hambatan untuk mengusut kejahatan yang berkaitan dengan asal-usul harta yang tidak benar, dan di sisi lain terdapat banyak potensi masyarakat pembayar pajak yang masih enggan mengungkap hartanya kedalam sistem perpajakan karena khawatir dengan pengusutan asal-usul harta mereka, maka pemerintah membentuk suatu kebijakan untuk mengatasi hal tersebut.

Dengan diterapkannya kebijakan pengampunan nasional, masyarakat pembayar pajak yang merasa bersalah dan hendak meminta pengampunan atas harta yang dimiliki, diharapkan akan bersedia memenuhi panggilan pemerintah untuk ikut serta dan sukarela untuk segera melaporkan harta kekayaan yang ada di dalam dan luar negeri serta membayar uang tebusan untuk memperoleh pengampunan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement