Selasa 06 Oct 2015 02:03 WIB

Indonesia Harus Kembangkan Industri Pertahanan

Rep: c07/ Red: Esthi Maharani
Presiden Jokowi saat memeriksa pasukan di HUT TNI ke-70 di Pantai Indah Kiat, Cilegon, Senin (5/10).
Foto: Setkab
Presiden Jokowi saat memeriksa pasukan di HUT TNI ke-70 di Pantai Indah Kiat, Cilegon, Senin (5/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Militer dan Intelijen, Nuning Kertopati mengatakan masalah keamanan lain dan perlu untuk ditangani bersama adalah mengatasi kejahatan lintas Negara (transnational crime) dan isu-isu keamanan perbatasan lainnya.

Wilayah perbatasan yang jauh dan pengawasan sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai gerbang kegiatan illegal, misalnya perompakan atau pembajakan, penyelundupan, penangkapan lkan secara illegal, perambahan hutan illegal, penggeseran patok-patok perbatasan dan pelintasan batas illegal.

"Tentu saja alutsista masih harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya," ujar Nuning kepada Republika, Senin (5/10).

Saat ini, industri pertahanan (Indhan) Indonesia  juga sudah banyak pengembangan sehingga memungkinkan Indonesia  menggunakan produk dalam negeri.

"PT. PAL, PINDAD dan lainnya dapat kita andalkan kemampuannya sehingga alutsista kita ke depan nanti 70 persen produksi anak bangsa," ucapnya.

Adapun dalam UU Indhan mewajibkan pengguna (TNI) untuk menggunakan produk dalam negeri. Artinya mau tidak mau, Indonesia harus bisa menghasilkan produk alutsistanya.

"Mungkin sekarang masih belum bisa memproduksi semuanya, tapi kedepan merupakan keharusan," kata dia.

Adapun, bila alutista belum diproduksi maka dibolehkan untuk beli di luar negeri. Namun, dengan persyaratan ketat mengenai kewajiban transfer of technology, counter trade, offset, dan local content.

Sebaiknya,  ujar Nuning, alutista uzur jangan digunakan lagi bila spare partnya sudah sulit dijumpai.

"Jangan lakukan kanibalisasi lagi. Resiko kemanan dalam penggunaannya tinggi," tegasnya.

Selain itu, tambahnya, negara harus hadir secara obyektif dalam  memahami visi pertahanan,sehingga Bappenas dan Kemenkeu tak lagi melihat pembelian alutista itu bukan sebgai renstra utama mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement