Jumat 02 Oct 2015 21:02 WIB

El Nino Berakhir, Indonesia Harus Siap Hadapi La Nina

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ilham
El Nino (file photo)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
El Nino (file photo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan El Nino yang kemudian diiringi La Nina harus diantisipasi. Berdampak sama tidak menguntungkannya dengan El Nino, Indonesia dinilai harus mengamankan stok pangan sebelum kehadiran La Nina.

Direktur eksekutif sekaligus peneliti energi, kelautan, dan lingkunga Pusat Studi Pembangunan dan Informasi (CIDES), M Rudi Wahyono mengatakan, untuk menghadapi La Nina yang biasanya muncul usai El Nina, pemerintah harus menstabilkan stok pangan agar tidak timbul gejolak.

Sebab, berbeda dari El Nino, La Nina membawa potensi curah hujan tinggi sehingga kondisi jadi lebih basah dan menimbulkan kelebihan air.

''Tapi kita terjebak pada situasi politik. Kalau impor dinilai tidak pro nasional. Pertimbangannya tidak sesederhana itu. Yang penting ketercukupan pangan yang terjangkau rakyat,'' ungkap Rudi usai diskusi dampak El Nino, Jumat (2/10).

Untuk jangka panjang, diversifikasi pangan dari dominasi beras ke umbi-umbian bisa dilakukan.

El Nino dan La Nina, kata Rudi, biasanya terjadi bergantian, El Nino setahun, setelah itu La Nina setahun juga. Tapi ini bisa berubah.

Faktor utamanya adalah energi matahari. Surplus energi matahari kali ini diprediksi terjadi pada awal Januari 2016, setelah itu akan berkurang. Mulai pertengahan Januari hujan mulai banyak dan awal Februari bisa mulai banjir.

''Tapi kondisi berubah karena Indonesia tidak punya banyak akses data aktifitas energi matahari,'' kata Rudi.

Karena tidak punya penelitian sendiri mengenai aktivitas matahari dan perubahan suhu di bumi, Indonesia akan bergantung pada citra satelit lembaga asing seperti Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan Badan Antariksa Eropa (ESA).

Menurut Rudi, kelemahan Indonesia ini bisa ditambal dengan moderenisasi ground station sehingga Indonesia bisa mengambil data dari banyak satelit. ''Kita bisa kerja sama dengan lembaga-lembaga di luar agar bisa unduh data mereka. Karena di Indonesia sering terjadi blank. Akses mereka untuk Indonesia kadang sementara. Pakai citra satelit, pemantauannya jadi mudah dan murah,'' papar Rudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement