Jumat 02 Oct 2015 19:30 WIB
salim kancil

Komisi III DPR Kunjungi Lumajang, Ini Klarifikasi yang Diperoleh

Rep: c14/ Red: Damanhuri Zuhri
Politikus Partai Nasdem Akbar Faizal.
Foto: Antara
Politikus Partai Nasdem Akbar Faizal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak delapan orang legislator mengunjungi Lumajang, Jawa Timur, guna mendapatkan klarifikasi pelbagai informasi terkait tewasnya warga setempat, Salim Kancil.

Rombongan Komisi III DPR RI itu dipimpin Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman (Fraksi Demokrat). Selain itu, mereka terdiri atas Akbar Faizal (Fraksi Nasdem), Lisa Mariska dan Masinton Pasaribu (Fraksi PDIP), Arsul Sani (Fraksi PPP), Iwan Kurniawan (Fraksi Gerindra), Dossy Iskandar (Fraksi Hanura), dan Irmawan (Fraksi PKB).

Kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil, warga Desa Selok Awar-Awar itu, terjadi 26 September lalu dan memantik sorotan publik. Demikian pula penganiayaan terhadap rekan Salim, Tosan, lantaran keduanya membela haknya atas aktivitas penambangan liar.

Dihubungi dari Jakarta, politikus Nasdem Akbar Faizal menuturkan, rombongan Komisi III mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pemangku kepentingan di Kantor Bupati Lumajang, Jawa Timur.

Namun sebelumnya, kata Akbar, rombongan terlebih dahulu mendatangi lokasi pembunuhan almarhum Salim Kancil di Desa Selok Awar-Awar.

Selain itu, kediaman Tosan dan almarhum Salim juga dikunjungi. Demikian pula, para legislator meninjau langsung lokasi penambangan liar, yang merupakan pokok masalah kasus ini.

Dalam RDP, ungkap Akbar Faizal, pihaknya menemui Bupati Lumajang, Kapolda Jawa Timur, Kapolres Lumajang, Dandim Lumajang, dan Ketua DPRD Lumajang. Dari Mabes Polri, kata Akbar Faizal, hadir pula Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairsum).

"Kepada bupati, (Komisi III DPR) bertanya soal pembiaran. Kenapa lahan ini notabenenya sudah dianggap penambangan liar, tapi kok dibiarkan (beroperasi)," kata Akbar Faizal di Lumajang, Jumat (2/10).

Di dalam RDP itu, tegas Akbar, pihaknya juga mengonfirmasi langsung adanya unsur pembiaran oleh kepolisian setempat. Sebab, kata dia, sejak 10 September, warga desa sebenarnya sudah melapor ke kepolisian di sana. Bahwa warga sudah merasa terintimidasi oleh aktivitas penambangan liar.

"Harus diakui ada SOP yang salah. Jadi masyarakat (sudah) meminta perlindungan (kepada kepolisian) pada 10 September, tapi identifikasi (oleh kepolisian Lumajang) tidak dilakukan. Dan ternyata, masyarakat terus merasa terteror dan kemudian terjadilah pembunuhan itu," terang Akbar Faizal.

Menurut dia, Kapolda Jawa Timur lantas mengakui ada anak buahnya yang tak melaksanakan tugas dengan baik. Aksi meresahkan kepala desa tersebut beserta para preman yang menamakan diri Tim 12--menurut Akbar, jumlahnya mencapai sekitar 60-an orang-- terus mengintimidasi warga. Kepada Kapolda, Akbar menekankan agar aparat kepolisian yang lalai sebaiknya diberi sanksi sebagaimana mestinya.

"Yang membuat kasus ini istimewa, orang membela haknya tapi diperlakukan seperti itu justru oleh perangkat desanya. Dan dilakukan di Balai Desa. Orang dipukuli di depan rumahnya dan di depan istrinya, Pak Tosan itu. Dipukul, dianiaya dengan cara yang luar biasa tidak manusiawi."

Terkait penambangan liar, menurut Akbar Faizal, ada kongkalikong yang dilakukan oknum Kepala Desa. Perusahaan PT Indo Modern Mining Sejahtera sebelumnya melakukan penambangan pasir dengan izin yang bermasalah di wilayah Perum Perhutani dekat desa tersebut.

Kasus perusahaan ini lantas disidik Kejaksaan, namun hingga kini masih belum jelas ujungnya. Diduga, lantaran perusahaan itu mendapat masalah demikian, lokasi penambangan pun terbiarkan.

Namun, justru muncul aktivitas penambangan liar yang didukung oleh Kepala Desa serta terkesan tak dipersoalkan oleh PT IMMS. Sehingga, eksploitasi pasir yang sudah mendapatkan protes tersebut terus aktif. Penolakan yang keras pun mengemuka dari warga, termasuk Salim Kancil--yang akhirnya dibunuh--dan Tosan.

"Jadi sebenarnya, tambang ini dimiliki oleh PT IMMS (Indo Modern Mining Sejahtera), investor yang akan melakukan penambangan pasir besi di sana tahun 2014. Izin sudah diberikan, sudah dikantongi, tapi ternyata tak ada realisasi," jelas Akbar Faizal.

"Justru kepala desanya yang memanfaatkan itu (lokasi penambangan). Masalahnya adalah, operasi penambangan pasir oleh kepala desa ini ternyata mengganggu hak Salim Kancil berupa sawahnya (karena lokasi penambangan) itu kan di pinggir pantai ya, maka menggenangi sawahnya dia. Kemudian dia difasilitasi sebuah LSM (Jaringan Advokasi Tambang)untuk membela haknya," tutur Akbar Faizal.

Rencananya, ungkap dia, rombongan Komisi III besok akan menjenguk Tosan di rumah sakit di Malang. Kemudian, rombongan akan mendatangi Polda Jawa Timur di Surabaya guna melihat langsung puluhan tersangka kasus ini.

Akbar menegaskan, DPR RI terus mendesak aparat penegak hukum agar mengusut tuntas kasus Salim Kancil dan juga penambangan liar di Lumajang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement