Selasa 29 Sep 2015 20:04 WIB

Bawaslu Nilai Putusan MK Tidak Bisa Berlaku di Tiga Daerah yang Ditunda

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon (Paslon) masih bisa tetap mengikuti Pilkada serentak.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Nelson Simanjuntak menilai keputusan MK sudah tepat dalam mengatasi persoalan calon tunggal yang mengakibatkan tidak bisanya daerah tersebut mengikuti Pilkada serentak.

Namun menurutnya putusan MK ini tidak bisa dilakukan di tiga daerah yang sebelumnya telah ditetapkan ditunda oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakni Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Timor Tengah Utara.

"Alasannya, Undang-undang atau peraturan (hukum) tidak berlaku surut," ujarnya kepada wartawan, Selasa (29/9).

Selain itu, ia juga menilai pasca putusan MK ini juga berpotensi menimbulkan perdebatan mengenai mulai diberlakukan aturan tersebut, apakah untuk Pilkada 2015 ini atau Pilkada berikutnya.

Menurutnya, kalau pun diberlakukan pada Pilkada 2015 ini, bisa diterapkan bagi daerah dengan calon tunggal karena adanya paslon yang gugur karena tidak memenuhi syarat.

"Bagi paslon yang salah satu berhalangan tetap, tentu mekanisme yang sudah diatur dalam UU tetap berlaku. Namun jika tidak terbentuk paslon dalam waktu yang sudah ditetapkan, maka putusan MK ini bisa diberlakukan," jelasnya.

Lantaran itu, jika nantinya putusan terkait calon tunggal diakomodir oleh KPU pada Pilkada 2015 ini, Nelson meminta KPU dapat membuat tata cara pelaksanaannya dengan perinci untuk memudahkan penerapannya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait calon tunggal, yang mana disebutkan daerah yang hanya ada satu pasangan calon (paslon) tetap dapat melaksanakan Pilkada serentak 2015.

Hakim konstitusi menilai pasal yang mengatur syarat minimal dua pasangan calon untuk ikut Pilkada bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Dalam pertimbangannya, MK menilai perumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum.

Hal itu dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada. Sehingga, syarat mengenai jumlah pasangan calon berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement