REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Police Watch (IPW) menilai dalam mengatasi kasus kebakaran hutan dan lahan, pemerintah dan Polri belum bersikap serius. IPW menilai kepolisian cenderung melakukan rekayasa kasus dan kriminalisasi dalam menetapkan tersangka kebakaran hutan dan lahan.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai bila cara tersebut yang dilakukan oleh pemerintah dan Polri, tentunya akan sulit mengatasi kasus kebakaran hutan secara tuntas. IPW juga melihat, dalam mengatasi kasus kebakaran hutan, sejumlah pemerintah daerah (pemda) justru lebih mengandalkan para pemilik perkebunan untuk mengatasinya.
"Lewat surat kepada para pemilik perkebunan, Bupati menginstruksikan agar para pemilik perkebunan memperkuat kesiapan sarana prasarana serta petugas pemadaman kebakaran," kata Neta di Jakarta, Ahad (27/9).
Menurut Neta, intruksi sarana dan prasarana yang diperintahkan seperti struktur organisasi pengendalian kebakaran, mesin pompa air, selang air, menara air, mobil tanki air, personil jaga api. Hal itu, lanjut Neta, juga disertai ancaman pencabutan izin jika berbagai fasilitas itu tidak dipenuhi.
Dengan demikian pemerintah dan perangkatnya, lanjut Neta, harus menyiapkan alat pemadam kebakaran secara maksimal. Sehingga di kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan, seperti di Sumatera dan Kalimantan dapat diatasi dengan baik.
IPW juga mengimbau kepada pemerintah dan Polri agar dalam menangani kasus kebakaran lahan, aparat kepolisian tidak melakukan rekayasa kasus dan aksi kriminalisasi. Sehingga korban kebakaran dan asap justru ditahan dan dijadikan tersangka.
"Kami mendapat pengaduan adanya kesewenang-wenangan polisi di OKI Sumsel. Pihak yang aktif melakukan upaya pemadaman justru ditahan," ujar Neta.