Selasa 22 Sep 2015 21:40 WIB

Kemenkum HAM: Gayus Memang Anak Nakal

Rep: Issha Harruma/ Red: Karta Raharja Ucu
Foto diduga Gayus Tambunan ramai menjadi perbincangan netizen.
Foto: facebook
Foto diduga Gayus Tambunan ramai menjadi perbincangan netizen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mengakui ada kelalaian dari dua petugas Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, dalam mengawal terpidana kasus korupsi Gayus Tambunan saat izin meninggalkan lapas.

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenkum HAM, Ansarudin mengatakan, mengingat pengalaman 'kaburnya' Gayus dari tahanan beberapa tahun lalu, seharusnya petugas Lapas Sukamiskin dapat memberikan pengawalan yang lebih ketat. "Ini anak memang nakal. Harusnya ada kepekaan. Ini yang kita anggap ada kelalaian petugas kita. Anaknya begini kok tidak secara ketat diawasi," kata Ansar di Kantor Ditjen Pemasyarakatan, Jakarta, Selasa (22/9).

Gayus diketahui melakukan pelanggaran penyalahgunaan izin saat menghadiri sidang perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara. Setelah melakukan sidang di pengadilan tersebut, atas permintaannya, Gayus diizinkan tiga pengawalnya, yakni dua petugas Lapas Sukamiskin dan satu dari Polri, untuk singgah di salah satu restoran di Jakarta.

Dua petugas Lapas tersebut pun, kata Ansar, telah diberi sanksi dengan dipindahtugaskan ke bagian administrasi. "Staf tersebut kita tarik dulu ke bagian administrasi untuk menghindari berhubungan dengan napi penghuni lain selama proses pemeriksaan," ujarnya. "Dipindahkan ke administrasi itu tindakan yang bisa kita lakukan. Tapi percayalah dia ini pasti kena, tinggal tunggu waktu, proses terus berjalan."

Sementara itu, Direktur Informasi dan Komunikasi Ditjen Pemasyarakatan, Aman Riyadi juga mengakui mentalitas yang dimiliki oleh pegawai Lapas tidak merata baik. "Memang kita perlu lakukan peningkatan kualitas pegawai, baik integritas maupun kualitas," kata Aman.

Menurut Aman, masalah tersebut terjadi karena proses pendidikan dan pelatihan pegawai yang kurang. Meski sangat diperlukan, namun anggaran yang sangat minim membuat Diklat jarang dilakukan.

"PPSDM cuma satu dan di Jakarta, nggak ada di daerah. Ini kan sangat mahal. Harusnya ada balai Diklat di daerah-daerah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement