REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie menyorotI terlalu banyak proses seleksi jabatan lembaga negara yang melibatkan DPR sehingga fungsinya sebagai lembaga legislatif tidak fokus.
"Perlu dievaluasi seberapa banyak rekrutmen pejabat yang harus melibatkan DPR, untuk saat ini sampai pada kesimpulan sudah terlalu banyak," kata dia di Padang, Kamis (11/9) malam.
Ia menyampaikan hal itu sebagai pembicara utama pada Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-2 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas bekerja sama dengan DPD RI.
Menurut dia, fungsi utama DPR adalah membuat undang-undang, pengawasan, dan penganggaran, namun setelah reformasi diperluas hingga tingkat yang terlalu teknis.
"Akibatnya para pemimpin politik terlalu banyak terlibat pekerjaan yang sifatnya teknis," ujar Jimly yang juga menjabat Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Ia mengatakan di negara maju fungsi pemimpin politik bukan mengurus hal sepele tapi lebih kepada memimpin dan menyusun hal strategis.
"Masa pemimpin politik harus rapat dan membahas sesuatu sampai pukul lima pagi, itu kerja staf," kata dia.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan reformasi kelembagaan agar perjalanan demokrasi dan proses seleksi lembaga negara semakin baik, lanjut dia.
Jimly menyarankan harus ada perbedaan yang jelas antara pejabat publik, pejabat negara, dan pejabat aparatur sipil negara.
Sementara Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman menyampaikan Indonesia tidak terjebak dalam demokrasi prosedural dan harus terus berbenah agar terwujud demokrasi yang substantif dan berkualitas.
Ia melihat salah satu upaya yang perlu dibenahi untuk mendorong hadirnya demokrasi yang berkualitas adalah perbaikan kelembagaan.
"Ini dilakukan agar tidak terjadi disharmoni antarlembaga sehingga tidak menjadi salah satu sumber kegaduhan," ujar dia.