Senin 31 Aug 2015 15:12 WIB

MUI Lebak Dukung Koruptor Dihukum Mati

Massa yang tergabung dalam Pijar Indonesia menggelar lukisan para koruptor di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (25/3).  (Republika/Agung Supriyanto)
Massa yang tergabung dalam Pijar Indonesia menggelar lukisan para koruptor di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (25/3). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK _- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, Banten mendukung pelaku koruptor dijatuhi hukuman mati karena masuk kategori kejahatan luar biasa. "Kami sangat setuju rekomendasi MUI Pusat bahwa pelaku koruptor itu pantas dihukum mati," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Lebak KH Baijuri di Lebak, Senin (31/8).

Pelaku koruptor adalah perbuatan yang memperkaya diri dengan cara mudah untuk mengejar kekayaan materi. Kehidupan pelaku koruptor bermewah-mewahan dan layak dijatuhkan hukuman mati. Sebab korupsi bisa menimbulkan kesengsaraan masyarakat juga merugikan keuangan negara.

Karena itu, perbuatan korupsi masuk kategori kejahatan luar biasa dan disamakan dengan kejahatan narkoba. "Kami sangat setuju jika pelaku-pelaku koruptor itu disamakan dengan kejahatan narkoba yang menjalani eksekusi mati," katanya menjelaskan.

Menurut dia, kejahatan koruptor di Tanah Air sudah menggurita, bahkan pelakunya mulai kepala daerah, legislatif,pejabat negara, hingga pengurus partai politik. Saat ini, korupsi belum bisa dituntaskan secara penegakan hukum maupun pendekatan spiritual.

Karena itu, pihaknya berharap penegakan hukum lebih serius tanpa pandang bulu agar mereka pelaku-pelaku koruptor tidak menjadikan "tren" atau budaya. Sebab pelaku koruptor merupakan sebuah penyakit sosial di masyarakat yang terjadi karena dorongan nafsu syahwat untuk memiliki kekayaan melimpah dengan cara merampas hak hidup warga.

Tindakan perilaku korupsi karena mereka memiliki sikap hidup rakus, tamak, dan serakah. "Pelaku korupsi itu dosa besar dan disamakan dengan kejahatan membunuh. Konsekuensinya, pelaku pembunuh itu menurut ajaran Islam harus mendapat hukuman mati pula (qisas)," ujarnya.

Baijuri menjelaskan, kasus korupsi hingga saat ini sulit diberantas meskipun sudah ada Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk mencegah kasus korupsi pemerintah harus transparan dalam mengawasi keuangan dan berbagai program serta kegiatan proyek pembangunan.

Selain itu, pengawasan melekat (waskat) dan pembinaan mental juga dioptimalkan, termasuk siraman rohani dan peningkatan kesejahteraan pegawai. "Kami berharap dengan hukuman mati itu bisa menjadikan efek jera bagi pelakunya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement