REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alih-alih mengangkat harkat martabat bangsa sendiri, Presiden Joko Widodo dinilai lebih berpihak kepada asing. Itu terkait kebijakannya menghapus wajib bahasa Indonesia dari persyaratan pekerja asing yang dinilai memudahkan warga asing. Sementara, jutaan warga Indonesia masih kesulitan mencari pekerjaan.
"Di sini banyak pengangguran, lalu orang asing didatangkan ke sini kan tambah susah. Itu yang saya enggak ngerti jalan berpikirnya pemerintahan sekarang," kata Budayawan Ridwan Saidi, Ahad (22/8).
Menurutnya, jika upaya penghapusan bahasa Indonesia untuk mendatangkan tenaga asing sebanyak-banyaknya, maka hal itu akan mencerminkan keberpihakannha kepada kepentingan asing dengan alasan ekonomi global. Sebab, kata Ridwan, di Indonesia sendiri masih banyak pengangguran yang kekurangan lapangan kerja.
Selain itu, kata dia, seharusnya pemimpin negeri baik eksekutif dan legislatif mengerti bahwa mereka bertugas tidak semata mempersilahkan asing. Mereka juga harus memperkenalkan Indonesia.
"Lalu kalau bahasa Indonesia orang asing aja enggak boleh tahu. Lalu yang mereka tahu apa (tentang Indonesia)? Jadi kan fungsi dari segala macam kementerian juga untuk memperkenalkan dan memperkuat bangsa Indonesia. Kalau bahasa Indonesia saja tidak perlu dipelajari, ya gimana?" kata Ridwan.
Menurut Ridwan, pekerja asing yang datang ke Indonesia perlu mempelajari bahasa Indonesia agar lebih berbaur dengan warga Indonesia. "Kalau pekerja asing tidak memiliki pengetahuan sedikit pun tentang bahasa Indonesia. Sedangkan mereka tinggal lama di sini bagaimana carannya mereka berkomunikasi," ungkapnya.
Dia menuturkan, dari kasus sebelumnya para pekerja asing terutama asal Cina seringkali buang air besar di jalan seperti yang terjadi di Bayah dan Lebak. "Gimana kalau kita kasih tahu, dia tidak mengerti. Dia beraknya sembarangan masa harus kita ditimpuk," ujarnnya.
Karena itu, kata Ridwan, sepatutnya para pekerja asing mempelajari bahasa Indonesia. Hak itu berguna untuk mereka sendiri. "Kok enggak diwajibkan, gimana. Ini untuk kepentingan mereka sendiri dengan Indonesia. Tidak perlu dikaitkan dulu dengan martabat," sindir Ridwan.