REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tidak bisa menempatkan prioritas dalam tugasnya menampung aspirasi rakyat.
Kemarin (21/8), Jaksa Agung HM Prasetyo dipanggil pimpinan DPR RI sehubungan dengan surat yang dikirim PT Victoria Securities Indonesia (VSI) kepada lembaga legislatif itu pada Jumat (14/8) lalu. Surat itu memprotes penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap Kantor PT VSI di Jakarta, pada 12-13 Agustus silam.
Pengamat komunikasi politik Tjipta Lesmana mempertanyakan respons DPR yang terbilang cepat atas keluhan perusahaan sekuritas keuangan itu. Bahkan, sampai-sampai memanggil Jaksa Agung sehingga memunculkan kekecewaan publik.
"Terkesannya, intervensi-intervensi. Mestinya kan dianalisis dulu yang dalam," ujar Tjipta Lesmana kepada wartawan di Cikini, Jakarta, Sabtu (22/8).
Padahal, lanjut dia, pada faktanya DPR juga sering mendapat begitu banyak laporan dari masyarakat. Lantas, giliran PT VSI yang mengirimkan, kata Tjipta, justru DPR terkesan langsung bertindak.
"Masak dikatakan (oleh DPR), ya kami dapat laporan dari perusahaan itu. Makanya Jaksa Agung dipanggil. Ini kan kayak anak kecil aja," tukas dia.
Kejaksaan Agung diketahui menggeledah kantor perusahaan tersebut terkait kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) senilai Rp469 miliar.
Adapun pihak PT VSI sendiri menyatakan, penggeledahan oleh Kejaksaan Agung Rabu (12/8) itu salah subjek dan objek. Semestinya, Kejaksaan Agung menggeledah kantor PT Victoria Securities International Corp yang bermarkas di British Virgin Island, bukan kantor PT VSI.