REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Hukum ICW Lalola Easter menyatakan pemberian remisi bagi koruptor saat momen kemerdekaan seperti sekarang ini tidaklah dilarang. Namun hal itu mesti mengacu pada PP No 99 Tahun 2012.
"Ya boleh saja asal tiga poin dalam pasal 34a semuanya terpenuhi," ujarnya saat ditemui di Kantor ICW Senin (17/8).
Dia menyatakan poin pertama yakni apakah terpidana statusnya sebagai justice collaborator atau tidak. Poin selanjutnya yakni apakah terpidana sudah membayar lunas uang denda (pengganti) dari tindak pidana korupsinya atau belum. Dan yang terakhir apakah terpidana mendapat rekomendasi dari penegak hukum yang menangani kasusnya.
Lalola menjelaskan sejauh ini belum tahu apakah terpidana korupsi yang mendapat remisi semuanya sudah memenuhi tiga poin itu atau belum. Sebab pemberian remisi sekarang sifatnya tak transparan ke publik.
"Idealnya ada info detailnya di web resmi kemenkumham atau bisa juga meniru gaya MK. Dimana putusan MK disiarkan ke publik melalui media cetak," jelasnya. Dengan pemberian remisi yang dasar dan alasannya tidak transparan ke publik maka tak heran publik berprasangka yang tidak tidak.
Berdasarkan catatan dari Kemenkumham jumlah narapidana korupsi di seluruh Indonesia mencapai 2.786 orang. Sebanyak 517 orang di antaranya mendapat remisi dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 dan 1.421 orang mendapat remisi rentang ketentuan PP Nomor 99 Tahun 2012.
Dari data tersebut, jumlah koruptor yang mendapat remisi mencapai 1.938 orang. Sisanya, pemberian remisi untuk 848 koruptor masih dikaji untuk dilakukan pendalaman menurut ketentuan perundang-undangan. Sedangkan permohonan remisi dari 16 orang napi kasus korupsi ditolak.