Jumat 14 Aug 2015 19:52 WIB

Konsolidasi Demokrasi Ala Jokowi Dipertanyakan

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Sohibul Iman.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Sohibul Iman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya di depan anggota MPR dan DPD soal kondisi Indonesia yang sudah mengalami konsolidasi demokrasi dipertanyakan.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohammad Shohibul Iman mengatakan ciri konsolidasi demokrasi adalah lembaga negara sudah mengalami kematangan.

"Padahal, kita merasakan lembaga negara ini belum mengalami kematangan institusional,” katanya di kompleks parlemen Senayan, Jumat (14/8).

Ia melanjutkan, terbukti banyak lembaga yang tidak menjalankan aturan main di lembaganya masing-masing. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya kasus-kasus yang terjadi di lembaga negara.

Dengan belum matangnya lembaga negara, kata Shohibul, konsolidasi demokrasi sulit terwujud. Hal ini terjadi di sebagian lembaga negara seperti lembaga penegak hukum bahkan di DPR sendiri.

Shohibul mencontohkan, di DPR misalnya, sejauh mana anggota DPR menjalankan kode etik yang sudah dibuatnya sendiri. Kalau masih banyak terjadi pelanggaran, berarti menunjukkan kalau lembaga itu belum matang.

Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini, Jokowi perlu berkoordinasi dengan lembaga negara lainnya untuk mematangkan institusi. Terutama, di lingkup eksekutif sendiri. Sebab, kalau Presiden mampu mematangkan institusinya sendiri, dampaknya sangat besar untuk demokrasi di Indonesia.

"Lembaga terbesar eksekutif, kalau pemerintah bisa melaksanakan konsolidasi demokrasi, dan pematangan lembaga itu, dampaknya besar bagi negara ini," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement