Kamis 13 Aug 2015 09:25 WIB
Reshuffle Kabinet

Riset: Sentimen Negatif pada Pemerintah Melemah Usai Reshuffle

 Presiden Joko Widodo melantik menteri kabinet baru hasil reshuffle di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8).   (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Presiden Joko Widodo melantik menteri kabinet baru hasil reshuffle di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil kajian Indonesia Indicator (I2) pada periode 1 Januari hingga 12 Agustus 2015 menyebutkan, isu reshuffle menjadi sorotan pada 343 media di seluruh Indonesia. Publik diklaim menyambut positif reshuffle kabinet yang dilakukan pada Rabu (12/8).

Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang mengatakan, pada periode 1 Januari hingga Juli 2015, sentimen negatif media membingkai reshuffle kabinet sebanyak 30,11 persen. Sementara itu ketika Presiden Jokowi secara tiba-tiba melakukan reshuffle pada Rabu (12/8), publik menyambutnya secara positif.

"Sentimen negatif melemah hingga 18,77 persen (pemberitaan hingga Rabu pukul 18.27 wib)," kata Rustika, Kamis (13/8).

Sentimen positif, kata dia, tecermin dari pandangan publik yang mengatakan reshuffle yang telah dilakukan Presiden Jokowi sudah tepat dan mampu membangun kepercayaan dan harapan publik. Menurut Rustika, salah satu keputusan yang dianggap sesuai dengan keinginan publik adalah dengan menggeser Menko Bidang Ekonomi Sofyan Djalil ke Bappenas.

Namun demikian, kata dia, beberapa pihak menilai reshuffle yang dilakukan masih setengah hati dan agak telat. Pernyataan ini sebagaimana dikemukakan oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Desakan agar dilakukan reshuffle kabinet dipicu oleh adanya dua hasil survei yang menunjukkan ketidakpuasan publik pada kinerja kabinet.

"Kekecewaan pada kabinet tersebut terjadi karena naiknya harga beras, nilai tukar rupiah yang anjlok, dan isu kenaikan uang muka mobil pejabat," ujarnya.

Menurut Rustika, puncak tren pemberitaan mengenai reshuffle di media terjadi pada Mei dan menurun sepanjang tiga bulan terakhir. "Di saat tren yang menurun tersebut, Presiden Jokowi justru secara mengejutkan melakukan reshuffle," katanya.

Dalam pantauan media, kata dia, publik cukup terkejut dengan keputusan Jokowi me-reshuffle kabinetnya. Keputusan Jokowi itu menjadi perbincangan hangat sepanjang Rabu (12/8). Dalam sehari pemberitaan di media online mencapai 792 berita dari 82 media nasional di Indonesia.

Rustika menambahkan, pada saat tekanan publik menguat untuk melakukan reshuffle, Presiden Jokowi berusaha tidak terprovokasi oleh tekanan publik. Namun, ketika tekanan itu semakin melemah, Presiden Jokowi mengambil keputusan penting.

"Apakah hal ini merupakan strategi Presiden Jokowi untuk menunjukkan independensi keputusan politiknya?," tanya Rustika.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement