REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan perombakan atau reshuffle yang dilakukan Presiden Joko Widodo tidak akan mengubah apa-apa karena pihak yang diganti dan menggantikan memiliki ideologi yang sama.
Hal itu terlihat dari masuknya Darmin Nasution, mantan Gubernur Bank Indonesia, ke dalam kabinet untuk menggantikan Sofyan Djalil sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
"Darmin Nasution dan Sofyan Djalil itu sama saja, sama-sama berlatar belakang ideologi ekonomi liberal," kata Ubedilah, Rabu (12/8).
Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia ini melanjutkan, jika ingin menegakkan Nawacita, seharusnya Presiden Joko Widodo menugaskan Rizal Ramli, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode 2000-2001, sebagai Menko Perekonomian.
Hal inilah yang disebut Ubedilah sebagai perombakan kabinet yang "salah tempat".
"Rizal Ramli itu ahli ekonomi makro, kebijakan-kebijakan moneter dan ekonomi konstitusional atau kerakyatan, tetapi ditempatkan di pos Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Ini salah tempat," tutur dia.
Selain itu, dia melanjutkan, posisi Menteri Badan Usaha Milik Negara yang saat ini dijabat Rini Soemarno sudah seharusnya diganti, namun tidak dilakukan.
"Yang diharapkan diganti sebenarnya Menko Perekonomian dan Menteri BUMN. Tetapi sepertinya posisi Rini saat ini cukup kuat, mungkin karena kedekatannya dengan pihak Teuku Umar," kata Ubedilah merujuk pada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Ubedilah juga mengatakan perombakan kabinet merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengubah citra di hadapan masyarakat.
Indikasinya bisa terlihat dari usaha Presiden Joko Widodo mengganti Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, yang sebelumnya dijabat Tedjo Edhy Purdijatno, saat ini dijabat Luhut Pandjaitan.
"Pemerintah ingin memperbaharui citranya, terutama dengan mengganti Menkopolhukam. Pada umumnya publik memang ingin Menkopolhukam diganti," tutur dia.
Sementara untuk posisi menteri lainnya, pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta pada tahun 1996 ini mengatakan posisinya sudah tepat.